PALEMBANG - Pengungkapan kasus pengedaran pupuk dolomit atau kapur pertanian tanpa izin dari pihak perdagangan akan dikembangkan oleh Tim Direktorat Reserse Kriminal Khsusus Polda Sumatera Selatan. Sebelumnya kasus tersebut telah diamankan pada 28 September 2021.
"Berdasarkan pengakuan dari seorang tersangka SS yang diamankan bersama barang bukti 659 sak atau 33 ton pupuk dolomit dari Padang, Sumatera Barat, untuk dipasarkan di sejumlah daerah Sumsel itu bukan yang pertama kali, untuk itu akan dilakukan pengembangan ke daerah asalnya," kata Direktur Reskrimsus Polda Sumsel Kombes Pol.Barly Ramadhany di Palembang, Kamis.
Polda Sumsel Berambisi Bongkar Jaringan Distribusi Pupuk Dolomit Ilegal
Menurut dia, pihaknya berupaya memutus rantai peredaran pupuk ilegal itu karena kandungannya tidak sesuai dengan kebutuhan petani untuk menetralkan keasaman tanah atau menaikkan pH tanah.
Melalui pengembangan kasus tersebut diharapkan dapat dibongkar jaringan distribusi pupuk dolomit ilegal itu dan tempat produksinya di Kota Padang, katanya.
BACA JUGA:
Penangkapan Tersangka Pengedar Pupuk Dolomit Ilegal
Dia menjelaskan pengungkapan kasus pupuk dolomit tanpa izin edar itu berkat informasi dari masyarakat yang mengatakan pada 28 September 2021 sekitar pukul 12.30 WIB akan melintas truk tronton bernopol BK 8872 EM bermuatan pupuk ilegal di jalan lintas Palembang-Banyuasin.
Informasi dari masyarakat itu ditindaklanjuti dengan menurunkan tim Unit 4 Subdit 1 Tipid Indagsi Ditreskrimsus Polda Sumsel ke lapangan dan ditemukan truk tersebut ketika melintas di Jalan Sabar Jaya, Simpang Inpres, Kampung 2, Kecamatan Banyuasin, Kabupaten Banyuasin.
Setelah dilakukan pemeriksaan truk tersebut memuat pupuk dolomit atau kapur pertanian merek ADS sebanyak 659 sak (33 ton) tanpa dilengkapi izin edar pihak perdagangan.
Dalam pengungkapan kasus tersebut petugas mengamankan seorang tersangka SS dan truk beserta muatan pupuk dolomit ilegal tersebut.
Tersangka dikenakan pasal 122 Jo pasal 73 Undang Undang No.22 Tahun 2019 Tentang sistem budidaya pertanian berkelanjutan dan pasal 62 ayat (1) Jo pasal 8 ayat (1) huruf a UU No.8 Tahun 1999 Tentang perlindungan konsumen dengan ancaman penjara paling lama enam tahun, ujar Direskrimsus.
Ikuti terus berita terkini dalam negeri dan luar negeri lainnya di VOI Sumsel.