Menteri BUMN Erick Thohir Memakai Baju Adat Palembang saat Upacara HUT RI di Istana Merdeka
Erick Thohir (Foto dari Antara)

Bagikan:

PALEMBANG - Erick Thohir, Menteri BUMN, memilih mengenakan pakaian adat Palembang, Sumatera Selatan, saat perayaan HUT Ke-75 Republik Indonesia yang diselenggarakan di Istana Merdeka Jakarta.

Pilihan Erick Thohir mengenakan pakaian adat khas “Wong Kito” ini memunculkan rasa bangga bagi warga setempat.

Alimin (25), salah seorang karyawan minimarket mengatakan dirinya merasa bangga karena pakaian adat Palembang yang selama ini hanya bisa disaksikan saat momen penting seperti pernikahan, akhirnya bisa dimunculkan di acara peringatan HUT RI.

“Apalagi ini dipakai oleh Menteri BUMN, tentunya kami sebagai warga Palembang merasa sangat bangga,” kata Alimin, warga KM14 Palembang ini.

Warga Sumsel Terharu Melihat Erick Thohir Menganakan Pakaian Adat Palembang

Senada, Nurul (18), atlet muathay Sumatera Selatan, mengatakan dirinya terharu ketika menyaksikan pakaian adat Palembang itu dipilih oleh Menteri BUMN pada hari sakral peringatan HUT RI.

“Bangga, karena pakaian adat Palembang diperkenalkan Menteri BUMN lebih luas lagi ke tingkat nasional. Bapak menteri menggunakan tanjak, beskap (jas) dan kain songket, yang merupakan pakaian kebanggaan khusus untuk laki-laki dalam adat Palembang,” kata Nurul.

Nurul mengaku cukup memahami mengenai pakaian adat Palembang itu karena orangtuanya memiliki usaha menyewakan pakaian adat pernikahan Palembang.

”Semoga saja dengan lebih diperkenalkan di tingkat nasional, membuat pakaian adat Palembang ini dapat dipakai bukan oleh warga Palembang saja tapi warga dari daerah lain juga, sehingga tumbuh semangat persatuan,” kata Nurul, warga Kertapati ini.

Filosofi Pakaian Adat Palembang

Pada kesempatan peringatan HUT RI tersebut, Erick Thohir mengenakan penutup kepala, tanjak yang terbuat dari kain songket, kemudian beskap (jas), celana panjang dan kain songket yang dipakain dipinggang hingga lutut.

Tanjak yang terbuat dari kain songket dahulunya hanya dipakai oleh para priyai atau pangeran atau bangsawan yang mempunyai jabatan tertentu.

Dalam perspektif filosofinya, tanjak berasal dari bahasa Melayu Palembang, yaitu tanjak atau nanjak yang artinya naik/menjulang ke tempat yang tinggi.

Itulah sebabnya bentuk tanjak itu menjulang tinggi atau meninggi ujungnya yang dilambangkan/diwakili oleh bentuk segitiga.

Menurut budayawan Sumsel Vebri Al Lintani, tanjak secara filosofi dapat berarti menuju pada yang esa. Tanjak tempatnya di kepala sebagai mahkota yang terhubung dengan Tuhan Yang Esa.

Oleh karena itu, tanjak harus terbuat dari bahan kain (songket, angkinan, prado dan batik), berasal dari kain persegi empat yang dilipat menjadi kain segitiga dan diikat dengan simpul.

Ikuti terus berita terkini dalam negeri dan luar negeri lainnya di VOI Sumsel.