Polisi Virtual Tegur 200 Akun Medsos Karena SARA, Paling Banyak di Twitter
Ilustrasi polisi virtual (Raga Granada/VOI)

Bagikan:

Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Kapolri, telah memulai patroli dunia maya atau polisi virtual. Sejak dijalankan, lebih dari 200 peringatan telah dikirim oleh polisi virtual kepada akun-akun media sosial (medsos).

Akun yang dituju diduga kuat memproduksi informasi mengenai suku, ras, agama, dan antargolongan (SARA). Hal itu di ungkapkan oleh Brigadir Jenderal Slamet Uliandi, Direktur Tindak Pidana Siber, pada Kamis, 15 April 2021.

"Periode 23 Februari hingga 12 April 2021, ada 329 aduan yang masuk. Namun hanya 200 konten yang dinyatakan mengandung ujaran kebencian," tuturnya.

Ada sejumlah 91 konten yang tidak lulus pengungkit. Akun tersebut tidak bisa diproses lebih lanjut. Sementara 38 konten sisanya sedang tahap pemeriksaan. Slamet mengatakan konten yang memuat yang memuat nada SARA paling banyak ditemukan di Twitter dan Facebook.

"Menyusul Facebook dengan 112 konten. Instagram dengan 13 konten. YouTube dengan 8 konten, dan WhatsApp dengan 1 konten," ujarnya. 

Politi Virtual Bertugas Mengamati Aktivitas di Medsos

Tugas virtual polisi adalah pertolongan aktivitas di medsos . Saat ada sebuah unggahan konten yang mengandung SARA, maka polisi online akan memeriksanya. Mayarakat yang mendapat peringatan peringatan dihimbau untuk kooperatif, yakni   dengan membatalkan unggahan atau cuitan yang dapat melanggar UU ITE.

Polisi virtual juga akan menganalisa unggahan atau postingan tersebut bersama para ahli, seperti ahli bahasa, ahli pidana, dan ahli UU ITE untuk dimintakan pendapat. Nantinya, jika unggahan atau cuitan memiliki potensi tindak pidana, unggahan itu akan dilaporkan ke Direktorat Tindak Pidana atau Polisi Siber. 

Masyarakat yang Kena Teguran Diharap Kooperatif

Sebelumnya Kabareskrim Komjen Agus Andrianto memastikan, polisi virtual tidak akan sembarang dalam menegur pengguna media sosial yang melanggar UU ITE. Namun diharapkan masyarakat memiliki kesadaran untuk segera menjalankan konten tersebut.

"Menyanggah kan hak mereka, namun yang disampaikan oleh anggota yang tergabung dalam virtual Polisi tersebut tentu terkait konten yang diunggah. Kesadaran (konten) yang diharapkan. Bukan berdebat di dunia maya," pungkasnya. 

Ikuti terus berita terkini dalam negeri dan luar negeri di VOI .