Dampak Negatif Pernikahan Dini, Belajar dari Kasus Perceraian Alvin Faiz dan Larissa Chou
Ilustrasi cincin pernikahan (Unsplash/Sandy Millar)

Bagikan:

PALEMBANG - Pernikahan dini usia merupakan sangat tidak masuk. Berbagai langkah dilakukan untuk meminimalisir atau tidak menikah pada usia dini di Indonesia. Hal tersebut memiliki alasan ilmiah, salah satunya tingkat kematangan emosi penting menjadi landasan dalam berumah tangga .

Melansir  VOILarissa Chou  mengajukan gugatan cerai kepada Alvin Faiz. Pasangan ini telah membangun biduk rumah tangga sejak 5 tahun yang lalu. Tepatnya ketika masih berusia 17 tahun. Tidak alasan alasan perpisahan, tetapi hal ini bisa menjadi sumber pelajaran mengenai dampak pernikahan dini.

Kematangan emosi untuk wanita rata-rata dicapai pada usia 21 tahun sedangkan pria 25 tahun. Idealnya, usia tersebut jadi ukuran minimal siap menikah. Berikut dampak buruk yang rata-rata terjadi pada pernikahan dini.

Pengembangan diri terhambat

Usia muda adalah waktu produktif untuk membangun dan mengembangkan diri. Jika anak usia masih sangat muda atau menginjak dewasa menikah, minat, bakat, potensi, dan pendidikan jadi tersendat.

Kesempatan untuk berkembang secara karir maupun cita-cita-cita dasar dengan tanggung jawab pada kehidupan rumah tangga.

Kontrol emosi rendah bisa jadi kekerasan dalam rumah tangga

Ini mengapa kematangan emosi menjadi landasan dalam berumah tangga. Kematangan emosi berkaitan dengan cara mengontrol emosi dan emosi tanpa melukai pasangannya. Usia remaja dan memasuki dewasa, emosi masih belum stabil sehingga cekcok dan kekerasan rentan terjadi.

Kesempatan mandiri ekonomi cenderung rendah

Dampak buruk ketiga dari pernikahan dini adalah kesempatan mandiri, baik secara finansial, psikologis maupun kesejahteraan keluarga. Akses pekerjaan terbatas dengan pengalaman kerja minim dan pendidikan kurang mumpuni.

Risiko kesehatan dalam pada wanita

Melansir  Siap Nikah , Jumat, 21 Mei, Dokter Hasto Wardoyo, Sp.OG (K) menerangkan bahwa abatomi leher rahim pada wanita usia di bawah 20 tahun dan di atas 21 tahun itu berbeda. Wanita yang menikah pada usia 20 tahun lebih tinggi berisiko mengalami kanker serviks.

Secara anatomi, leher rahim atau serviks sebagai penghubung vagina dan rahim. Area serviks masih terbuka ketika usia di bawah 20 tahun dan memperbesar potensi terserang kanker. Pada usia 21 tahun ke atas, saluran penghubung tersebut sudah tertutup sehingga risiko lebih kecil.

Risiko penelantaran meningkat

Pernikahan pada usia yang belum matang dapat membantu kondisi psikologis setiap pasangan. Ketidaksiapan mental dan beban yang sangat besar yang perlu dilunaskan sebagai orang tua juga risiko risiko buruk pada pernikahan dini.

Menikah muda dan memiliki buah hati membutuhkan pertanggungjawaban penuh. Absennya kesiapan mental, kematangan emosi, dan kecukupan finansial dalam penelantaran janin dan buah hati.

Dari lima dampak atas, kita bisa belajar bahwa menikah tak hanya membutuhkan niat kebulatan, tetapi juga kesiapan berbagai aspek termasuk psikologis, ekonomi, sosial, dan pengetahuan. 

Ikuti terus berita terkini dalam negeri dan luar negeri. Artikel ini pernah tayang di VOI .