PALEMBANG - Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan diingatkan oleh Forum Daerah Aliran Sungai (DAS), yang terdiri dari multi-pihak, supaya melakukan restorasi kawasan hulu sungai yang menjadi penyangga kawasan hilir.
“Kadang ini yang terlupa, padahal adanya banjir di hilir itu menunjukkan ada persoalan di hulu,” kata Ketua Forum DAS Sumsel Syafrul Yunardi di Palembang ketika diminta tanggapan terkait kejadian banjir di Palembang, Senin.
Ia yang dijumpai di lokakarya lahan gambut mengatakan apa yang dilakukan Pemerintah Kota Palembang dalam mengatasi banjir, mulai dari membangun sistem pompanisasi, perbaikan saluran drainase, pembersihan anak sungai terbilang baik.
Namun, upaya itu sejatinya belum menyelesaikan inti persoalan karena volume air yang masuk ke Sungai Musi sudah melebihi daya tampung karena lemahnya penyerapan di hulu.
Penyebab Terjadinya Banjir di Kota Palembang
Kondisi semakin parah di saat Sungai Musi meluap bertepatan dengan hujan deras khas cuaca ekstrem. Puluhan kolam retensi tak mampu menghalau banjir di Kota Palembang, begitu juga sistem pompanisasi karena muka air sungai sudah lebih tinggi dibandingkan daratan.
Adanya perambahan hutan, pengalihfungsian lahan menjadi perkebunan dan pemukiman di kawasan hulu ditengarai menjadi penyebab banjir di Kota Palembang.
Forum DAS yang terdiri dari akademisi, birokrat, perusahaan, masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat, asosiasi (Gapki, Gapkindo dan APHI) mengingatkan Pemerintah Kota Palembang untuk memperkuat kembali sinergi antardaerah.
Forum mengingatkan ini karena pada 2013 sudah lahir dokumen bersama untuk pengelolaan DAS Sungai Musi yang ditandatangani oleh empat gubernur dari Sumsel, Jambi, Bengkulu dan Lampung.
BACA JUGA:
Penanganan Banjir di Sungai Musi Palembang
Selain itu, Forum DAS juga menilai perlu adanya inovasi baru dalam penanganan banjir ini. Apalagi Sungai Musi yang memiliki panjang 750 kilometer ini memiliki hulu di Kepahiang, Provinsi Bengkulu.
“Palembang dapat mencontoh DKI Jakarta yang memberikan sebagian APBD-nya ke Bogor untuk memperbaiki kawasan hulu. Atau seperti yang dilakukan Banten dalam menjaga DAS Cisadane,” kata dia.
Sebelumnya Kota Palembang mengalami banjir yang relatif melumpuhkan aktivitas masyarakat pada 25 Januari 2021 dan 17 Januari 2022. Air menggenangi kawasan pusat kota hingga pemukiman warga.
Kepala BMKG Stasiun Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang Desindra Deddy Kurniawan mengatakan BMKG mencatat volume air yang tercurah mencapai 160 mm/hari pada 25 Januari 2021 dan 41 mm/jam pada 17 Januari 2022 atau sudah tergolong ekstrem.
“Seperti hujan lebat pada 25 Desember lalu, itu sama saja jatah hujan satu bulan ditumpahkan dalam satu hari. Ini sudah masuk kategori ekstrem,” kata Desindra.
Ikuti terus berita terkini dalam negeri dan luar negeri lainnya di VOI Sumsel.