Bidang pertanian di Provinsi Sumatera Selatan sedang meraih trek yang bagus. Pada Februari, ekspor pertaniannya sedang mengalami peningkatan hingga 74,80 persen jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Kenaikan tersebut berkat ditopang oleh ekspor kepala. Ekspor yang berasal dari hasil hutan bukan kayu (HHBK) dan lada hitam. Hal itu diungkapkan oleh Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Selatan, Endang Tri Wahyuningsih.
BACA JUGA:
“Pertanian memberikan warna sendiri di Sumsel selama COVID-19. Ini salah satunya karena didukung oleh ekspor kelapa ke Tiongkok,” tutur Endang, Senin, 15 Maret di Palembang.
Kontribusi dalam nilai ekspor Sumsel sebenarnya masih tergolong rendah, yakni hanya 0,92 persen. Namun hal tersebut bakal menjadi peluang apabila dikembangkan. Tentu saja hal itu akan membawa dampak baik bagi perekonomian daerah.
Ekspor pertanian secara tahunan (year to year) terhiltung gemilang. Tercatat, ekspor pertanian mengalami pertumbuhan hingga 900,52 persen.
Pemerintah Mendorong Produksi HHBK
Di samping itu, Pemprov Sumsel mendorong pelaku perhutanan untuk memproduksi hasil hutan yang berupa kayu (HHBK), seperti madu, rotan, minyak kayu putih, kopi.
Pandji Tjahjanto, Kepala Dinas Kehutanan Sumatera Selatan, menyampaikan bahwa provinsi Sumsel masih kurang dalam hal eksplorasi potensi. Padahal areal hutan di Sumsel termasuk yang terluas di Indonesia, dengan luas 3,46 juta Hektare.
“Masih terbatas di produk kayu, pada berdasarkan hasil penelitian dan pengembangan LHK justru banyak sekali,” ujar Pandji.
Pengembangan produk HHBK sudah digerakkan lewat 14 Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di Sumsel. Produk tersebut tidak hanya menghasilkan barang komersil namun juga menciptakan sejumlah produk ekowisata, seperti air terjun di KPH Bukit Nanti yang memiliki potensi air terjun dan air panas.
Pengembangan HHBK tersebut juga terus didorong oleh pemerintah. Pasalnya penjualan produk madu hutan dapat menyumbang pendapatan negara bukan pajak (PNPB). Sumbangan tersebut mencapai 6 persen tiap kilogramnya.
Pembuatan Pergub Pengelolaan Hasil Hutan
Pengolahan hasil hutan juga sedang dibuatkan aturannya oleh Pemprov. Dari Peraturan Gubernur (Pergub) tersebut nantinya Pemprov akan memperoleh bagian dari hasil hutan yang digarap oleh masyarakat.
"Seperti di Lakitan Bukit Sokong itu ada potensi tanaman durian Bawor lebih kurang 5 Hektare. Nanti dari hasil penjualan tersebut, 20 persennya akan masuk ke kas daerah. Sebab, penanaman pohon durian itu menggunakan dana APBD," paparnya.
Pemprov akan mengelola dana tersebut untuk kebutuhan pelestarian tanaman hutan. Masyarakat nantinya juga akan menikmati hasil dari hutan tersebut. Apalagi Perda-nya sudah ada, yakni Perda No 6 Tahun 2020 tentang Bangunan Hutan Produksi dan Hutan Lindung.
Ikuti terus berita terkini dalam negeri dan luar negeri di VOI.