PALEMBANG- Memiliki sifat perfeksionis memang baik. Namun perfeksionis juga punya dampak buruk. Perasaan tersebut muncul karena adanya dorongan tekanan dari dalam diri, takut mendapat penilaian buruk atau tidak ingin gagal. Kepribadian ini umumnya dialami pada usia muda hingga akhir 30 tahun.
Terdapat 3 aspek yang berbeda dalam sifat perfeksionis, dilansir Psychology Today, Rabu, 22 Desember. Diantaranya ialah orientasi diri menjadi perfeksionis yang seringkali memiliki keinginan enggak realistis menjadi diri yang sempurna.
BACA JUGA:
Kedua, menetapkan standar untuk orang lain menjadi sempurna dan enggak realisits untuk dicapai. Ketiga, ekspektasi yang enggak realistis karena menginginkan hasil sempurna.
Memiliki sifat perfeksionis, menurut para ahli bukan merupakan penyakit mental, tetapi dinilai sebagai pemicu gangguan mental yang menyebabkan perilaku kompulsif, seperti gangguan obsesif-kompulsif (OCD) dan gangguan kepribadian obesesif-kompulsif (OCPD). Seseorang dengan sifat perfeksionis bukan tanpa alasan, dilansir PsychCentral, berikut faktor yang mendorong sifat tersebut pada seseorang:
1. Tumbuh di lingkungan yang tidak realistis
Pola asuh pada masa kanak-kanak besar memengaruhi pembentukan karakter. Seseorang yang diasuh dengan pola yang memiliki harapan tinggi bahkan tidak realistis tanpa disadari menetapkan kesempurnaan sebagai standar. Misalnya, orang tua meminta anak selalu mendapatkan nilai A di sekolah.
2. Sering mendapatkan hukuman
Kesalahan adalah tempat belajar, tetapi bagi orang tua yang memberikan hukuman keras ketika anak melakukan kesalahan, jadi tanpa sadar membentuk anak berstrategi menghindari kesalahan dengan menjadi sempurna. Seseorang dengan sifat perfeksionis, mungkin pernah menerima hukuman berat dari orang tuanya, teriakan, perlakuan yang memalukan, hukuman fisik, bahkan perlakuan diam atau abai dari orang tua.
3. Kurang mendapatkan perhatian dari orang terdekat
Anak-anak memiliki keinginan yang kuat untuk menyenangkan orang dewasa. Mereka tidak memiliki keterampilan berpikir atau pengalaman hidup untuk memahami bahwa orang dewasa juga melakukan kesalahan.
Ketika orang dewasa memberi tahu pada anak-anaknya bahwa ia telah gagal, tidak pintar, terlalu gemuk, maka anak bisa menginternalisasi pesan tersebut. Kemudian anak-anak percaya bahwa dengan menjadi yang diinginkan oleh orang tuanya, adalah cara terbaik tidak mendapatkan ultimatum keras.
4. Menerima pujian yang berlebihan
Perfeksionisme juga dapat dipelajari oleh anak-anak yang tumbuh di sekitar orang tua yang sangat sukses dan perfeksionis. Mereka mencontoh cara berpikir dan bertindak orang tuanya. Perfeksionisme juga didorong ketika mereka masih kanak-kanak menerima pujian yang berlebihan atas prestasi yang didapat, bukan dari usaha atau kemajuan mereka.
5. Menjadi sempurna adalah cara bertahan dari kekacauan
Menjadi sempurna juga bisa menjadi pertahanan terhadap rumah yang kacau dan perasaan yang tidak aman. Seseorang perfeksionis bahkan bisa menganggap diet ketat sebagai kontrol untuk mengukur pola kemungkinan yang tak terduga.
Ikuti terus berita terkini dalam negeri dan luar negeri lainnya di VOI Sumsel.