Jangan Selalu Mengejar Cuan, Inilah 5 Alasan Kenapa Materi Tidak Menjamin Kebahagiaan
Ilustrasi apakah kebahagiaan itu bisa diukur dengan materi (Unsplash/Naitian Tony Wang)

Bagikan:

PALEMBANG- Kunci dari kehidupan adalah selalu bersyukur dan merasa Bahagia. Namun untuk memperolehnya anda perlu strategi, langkah, dan caranya. Tetapi sesungguhnya bahagia tidak semata berhubungan dengan hal-hal materiil. Misalnya, seseorang bisa bahagia ketika akhir pekan staycation di tempat yang mewah. Sedangkan yang lain cukup menghabiskan waktu di rumah bersama keluarga, dan merasa bahagia.

Artinya, Anda tak melulu harus punya materi yang banyak untuk merasa bahagia. Berikut alasan kenapa materi tidak menjamin kebahagiaan seseorang.

1. Materi membuat kita terjebak  dan membandingkan diri dengan orang lain

Sesuatu yang terlihat, seperti tas bermerek, kendaraan mewah, dan rumah yang megah, kerap membuat kita terjebak. Menurut psikolog klinis dan asisten profesor psikiatri di Renaissance School of Medicine, Stony Brook University, John G. Cottone, Ph.D., membandingkan diri membuat seseorang sering jatuh dalam perangkap relativitas materiil.

Jadi enggak perlu membuat patokan dia punya A sedangkan saya punya B, makanya si dia lebih bahagia. Bukan kepemilikan materi yang membuat orang bahagia tetapi penerimaan diri yang hadir dalam satu situasi.

2. Standar materi bukan jadi acuan

Cobalah mengubah persepsi, kata Cottone. Standar yang kita gunakan hampir selalu relatif karena kita membandingkan dengan rekan-rekan kita. Standar tersebut membentuk citra diri dan kebahagiaan kita, lho. Artinya, karena acuannya adalah standar tersebut, kita jadi enggak mengenali perasaan kita sendiri. Ini menyebabkan hidup jauh dari bahagia bahkan bisa bikin berkecil hati.

3. Orang yang tercukupi juga belum tentu merasakan bahagia

Dalam praktiknya, Cottone menangani klien yang ia sebut dengan Lena. Lena merupakan orang yang berkecukupan dan tak kurang apapun secara meteriil. Tetapi ia tidak bahagia karena kerap menipu diri sendiri salah satunya dengan membeli tas seharga 1.000 dolar.

Menipu diri sendiri merupakan problem seseorang sehingga sulit merasakan bahagia. Maka apapun yang dipunya, patut bersyukur sehingga membuatnya lebih bermakna dan kita jadi lebih bahagia.

4. Hidup optimis dan menghargai usaha lebih berpotensi merasakan bahagia

Menurut cerita Cottone dilansir Psychology Today, pasiennya yang lain berpenghasilan kurang dari jumlah kebutuhan hidup dalam setahun. Ia menggantungkan pada asuransi yang diberikan negara. Namun, Omar merupakan orang yang optimis dan menghargai usahanya.

Ini berarti kebahagiaan bukan jaminan dari materi, tetapi bagaimana kita berusaha dan mengapresiasi kerja keras yang ternyata memengaruhi harga diri dan kebahagiaan.

5. Terlepas dari pencapaian orang lain, pertumbuhan diri perlu dibangun untuk mencapai tujuan

Hal-hal yang bersifat materi mungkin bisa jadi tujuan, tetapi yang lebih esensial adalah pertumbuhan diri alih-alih seberapa besar saldo di rekening. Saran Cottone, setiap orang perlu mendefinisikan tujuan, terutama yang berhubungan dengan ketenangan emosional. Jadi kalau tujuannya mau bahagia, apa yang membuat kebahagiaan paripurna? Tentu bukan hanya soal materi ‘kan.

Ikuti terus berita terkini dalam negeri dan luar negeri di VOI Sumsel.