Tuak Bukan Alternatif Rehabilitasi Pecandu Narkoba
Anggota DPR sekaligus Sekjen Partai Demokrat Hinca Pandjaitan (Mery Handayani/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Badan Narkotika Nasional (BNN) tidak sepakat dengan Sekjen Partai Demokrat, Hinca Pandjaitan yang bilang, meminum tuak dapat menjadi terapi bagi pecandu narkoba. Tuak atau minuman beralkohol tradisional yang dihasilkan dari beragam fermentasi buah-buahan atau tumbuhan, termasuk dalam zat psikoatif.

Deputi Rehabilitasi BNN, Yunis Farida Oktoris menjelaskan, meminum tuak bukanlah cara untuk merehabilitasi pengguna narkoba. Sebab meminum tuak atau minuman beralkohol tradisional lainnya malah memperparah kondisi pecandu narkoba.

"Mengonsumsi narkoba dan alkohol dapat menimbulkan perilaku ketagihan yang merugikan," kata Yunis dalam keterangan tertulisnya kepada VOI, Kamis, 21 November.

Lantaran meminum tuak dapat menimbulkan perilaku yang sama dengan pengguna narkoba. Hal ini dipicu dari senyawa dopamin yang dilepaskan otak untuk memberikan rangsangan dan efek eurofia kepada tubuh, sehingga menimbulkan dampak ketagihan atau candu.

Yunis menambahkan, riset dan pengklasifikasian dalam buku Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ-III) atau The International Statistical Classification of Diseases (ICD-10), tuak atau minuman beralkohol yang dihasilkan dari beragam fermentasi buah-buahan atau tumbuhan dikelompokkan dalam zat psikoatif. 

"Alkohol, yaitu semua minuman yang mengandung etanol seperti bir, wiski, vodka, brem, tuak, saguer, ciu, arak," paparnya.

Yunis kembali menegaskan tidak sepakat dengan opsi yang dilontarkan anggota DPR Hinca Pandjaitan soal meminum tuak murni sebagai metode alternatif bagi pecandu narkoba. Apapun alasannya, mengonsumsi narkoba atau minuman beralkohol, bisa merusak organ tubuh seperti lambung dan otak.

"Bukan (menggunakan alkohol), direhab untuk mengurangi kegelisahan tetap menggunakan farmakoterapi," tutupnya.

Sebelumnya, anggota DPR Hinca Pandjaitan bercerita mengenai pertemuannya dengan 18 orang mantan pecandu narkoba di Kota Siantar, Sumatera Utara, beberapa waktu lalu. Dari pengakuan mereka bisa lepas dari candu narkoba dengan meneguk segelas tuak murni khas Siantar.

Dari situlah muncul usulan agar, minuman tuak dapat dimanfaatkan untuk terapi alternatif bagi pencandu narkoba. Hinca paham, statmennya ini akan menimbulkan pro dan kontra di tengah-tengah masyarakat. Namun Hinca berharap, BNN maupun lembaga penelitian dapat melakukan kajian lebih lanjut soal konsumsi minuman tuak. 

"Ini mungkin kontroversi, tapi silakan BNN meriset. Harus dimanfaatkan kearifan lokal ini. Kita harus gerakkan seluruh instrumen untuk melakukan rehabilitasi," ujar Sekjen Partai Demokrat itu, seperti dikutip dari Tempo.