Kontroversi Sistem Zonasi PPDB: Kejar Mimpi, Mimpikan Keberhasilan
Ilustrasi PPDB. (Antara)

Bagikan:

Setiap tahun, momen Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) selalu menyisakan cerita kontroversial yang beragam. Tujuan awal dari sistem ini adalah memberikan kesempatan yang adil dan merata bagi calon siswa. Namun, kenyataannya? Sistem ini seharusnya membawa harapan, tapi kini malah menjadi sengkarut dan menuai protes.

Konsep sistem zonasi pada PPDB memang bertujuan pemerataan pendidikan. Namun, apakah implementasinya sesuai harapan?

DPR mengusulkan menggabungkan sistem zonasi dengan nilai raport, NEM. Nampaknya solusi cerdas untuk memilih siswa berdasarkan potensi dan prestasi. Tapi ingat masa lalu ketika ada calon siswa yang terbebani tekanan. Pertanyaannya, bagaimana kebahagiaan dan kesempatan mereka mengejar impian?

Sebelum zonasi, drama pungutan liar merajalela dan mengganggu calon siswa dan orang tua. Harapan perubahan menuju kesetaraan dan keadilan. Ternyata tak semudah itu.

Kontroversi semakin melebar dengan protes dari berbagai pihak. Ketua DPR, Puan Maharani, dorong evaluasi sistem zonasi dan pemerataan jumlah sekolah. Namun, masih ada kekurangan yang harus diatasi. Benarkah pemerataan merata di seluruh wilayah? Beberapa kepala daerah kritik implementasi sistem zonasi, seperti di Bogor. Wali Kota Bogor, Bima Arya, ungkap manipulasi data kependudukan agar diterima di sekolah pilihan. Oleh karena itu, Bima Arya minta Mendikbud, Nadiem Makarim, evaluasi sistem zonasi PPDB.

Kritik pedas dari orang tua murid di Depok. Sistem zonasi banyak celanya. Mulai dari validasi alamat hingga teknologi. Pria yang melek teknologi pertanyakan pengukuran jarak di Google Maps. Menurutnya, teknologi di Google Maps bisa dikelabui. Masalah data pribadi juga jadi perhatian serius.

Satgas PPDB dibentuk untuk awasi kemungkinan kecurangan dalam sistem zonasi. Namun, mengapa masih terjadi kisruh berulang? Mungkin lebih baik jika Menteri Pendidikan dan Kebudayan, Nadiem Makarim segera dipanggil oleh DPR, isu PPDB memang tak bisa diabaikan.

Tentu saja, bukan berarti tidak ada kesuksesan dalam sistem PPDB. Beberapa kota berhasil temukan cara atasi persoalan dalam sistem zonasi, seperti Surabaya sepakat evaluasi dan berusaha capai keberhasilan.

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo bangun sekolah vokasi di 17 kecamatan, berusaha cari jawaban atas permasalahan sistem zonasi.

Bali menunjukkan komitmennya untuk cegah kastanisasi sekolah, klaim tidak ada siswa titipan masuk ke sana. Tapi perlu diingat bahwa beberapa sekolah di luar zonasi masih buka rombongan belajar dan PPDB. Apakah ini terjadi karena tidak semua siswa punya kesempatan yang sama?

PPDB punya harapan dan tantangan bagi calon siswa, orang tua, dan pemerintah. Setiap anak-anak Indonesia punya mimpi dapat pendidikan layak dan merata. Keberhasilan sistem PPDB jadi tujuan semua pihak untuk capai pendidikan yang lebih baik.

Hadapi kontroversi PPDB dengan segala kompleksitasnya. Protes dan kritik harus dihargai, upaya memperbaiki sistem. Mari cari sisi cerah dan keberhasilan dalam sistem ini. Bersama wujudkan pendidikan setara dan berkualitas, agar anak-anak Indonesia bermimpi besar dan mencapai keberhasilan sejati. Semangat!