Pemda Babel Curhat Produksi Tambang Rakyat Tak Terserap, Dirut PT Timah Pertanyakan Legalitas
Timah (Foto: dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah Provinsi Bangka Belitung menghadap Komisi VII DPR RI dan mengeluhkan penurunan perekonomian masyarakat yang mengalami penurunan akibat produksi tambang rakyat yang tidak diserap.

Pj Gubernur Bangka Belitung, Safrizal Zakaria Ali mengatakan, Ditjen Minerba memang telah menetapkan beberapa Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) namun pihaknya masih menemukan kendala terkait dokumen pengolahan WPR dan lingkungan.

"Terus terang, secara psikologi kami di Pemda inginnya cepat karena melihat penurunan ekspor yang luar biasa turun tajam. Bahkan di Januari itu 0 ekspor ini. Juga ekonomi masyarakat sekarang terkoreksi sangat dalam sehingga ini perlu didorong," ujar Safrizal yang dikutip Rabu 27 Maret.

Hadir dalam kesempatan yang sama, Bupati Belitung Timur Burhanudin mengatakan kondisi perekonomian masyarakat yang dipimpinnya layaknya kota mati. Pasalnya roda perekonomian tidak bergerak karena masyarakat penambang yang sebelumnya hidup dari tambang rakyat justru tidak bergerak karena adanya penurunan daya beli. Untuk itu ia menawarkan solusi jangka pendek adalah meminta tambang timah yang ada untuk menampung timah yang dihasilkan dari pertambangan rakyat.

Namun ia mengaku masih ada kendala lantaran PT Timah hanya menampung timah yang berada dalam wilayah Izin Usaha Pertambangannya saja.

"PT Timah hanya menampung timah dalam IUT dan itupun sangat terbatas. Namun rakyat menjerit dikarenakan wilayah kami cukup luas. IUP PT Timah luas sekali darat dan lautnya, namun kondisi eksisting saat ini rakyat menjerit karena tidak bisa menjual timah," beber Burhanudin.

Menanggapi keluhan tersebut Direktur Utama Timah, Ahmad Dani Virsal mengaku perusahaannya tidak bisa serta merta menyerap semua produksi WPR yang tidak berada dalam IUP PT Timah.

"Kalau bukan dari IUP PT Timah kami tidak mungkin bisa mengakomodir itu. Asal usulnya darimana itu?" ujar Ahmad saat ditemui di kompleks DPR.

Dikatakan Ahmad, sejatinya kapasitas pabrik milik PT Timah tidak ada masalah namun pihaknya mempermasalahkan legalitas bijih timah yangh dihasilkan dari WPR.

"Kalau WPR itu IPR keluar terus kerja sama mungkin bisa, tapi kalau belum ada itu enggak bisa juga kita masyarakat ilegal mining gimana, gak mungkin kita putihkan kan?" sambung Ahmad.

Terkait kemungkinan perluasan IUP, menurut Ahmad hal tersebut sulit dilakukan karena akan memakan waktu yang lama dan proses yang sulit.

"IUP diperluas kan salah satu itu, ribet. Yang ada aja susah itu kita. Semuanya pengen aman bagaimana kita berushaaan masyarakat aman kita juga aman bukan hanya sekarang tapi 10 tahun ke depan. Legalitas dulu deh," pungkas Ahmad.