KPA: Konflik Agraria Paling Banyak Terjadi di Sektor Perkebunan Sepanjang 2022
Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria Dewi Sartika. (Foto: Theresia Agatha/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Permasalahan mengenai konflik agraria dari tahun ke tahun terus meningkat. Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menyebut konflik agraria paling banyak terjadi di sektor perkebunan sepanjang 2022.

KPA mencatat setidaknya ada 99 kasus yang disumbang oleh sektor perkebunan dengan luasan wilayah konflik mencapai 377.197 hektare dan mengakibatkan korban terdampak sebanyak 141.001 kepala keluarga.

"Dari total 99 konflik yang terjadi di sektor perkebunan tersebut, 80-nya terjadi di perkebunan sawit," kata Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria Dewi Sartika dalam catatan akhir tahun 2022 dengan tema 'Bara Konflik Agraria: PTPN Tak Tersentuh, Kriminalisasi Meningkat' di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, Senin, 9 Januari.

Kemudian, kata Dewi, sektor perkebunan dengan jenis komoditas teh, kelapa, kakao, serta karet masing-masing menyumbang empat letusan konflik.

"Seterusnya, konflik akibat perkebunan kopi dan tebu sebanyak satu letusan konflik," ujarnya.

Menurut Dewi, tingginya letusan konflik agraria di sektor perkebunan dan bisnis sawit merupakan persoalan klasik yang tidak kunjung terpecahkan oleh pemerintah.

"Hambatan utamanya dikarenakan bisnis persawitan masih menjadi anak emas pemerintahan dalam menggenjot perekonomian nasional," ungkapnya.

Adapun posisi kedua penyumbang konflik terbanyak terjadi di sektor pembangunan infrastruktur.

Berikutnya dominasi penyumbang konflik agraria terbesar, yakni dari sektor proyek-proyek unggulan pemerintah.

Dewi menyebut salah satu contoh terkait hal tersebut yakni pertambangan nikel sendiri yang erat kaitannya dengan rencana pemerintah Indonesia untuk menguasai pasar listrik global.

"Termasuk pembangunan industri dalam negeri, seperti pembangunan kawasan Ibu Kota Negara (IKN) yang rencananya sebagian besar akan ditopang transporasi berbasis listrik," imbuhnya.