Pemerintah Indonesia Ajak Ratusan Negara Perkuat Kolaborasi Penanggulangan Bencana
Ilustrasi (Foto: Dok. Kemenkeu)

Bagikan:

JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menilai peningkatan frekuensi dan dampak dari bencana terkait iklim dalam beberapa tahun terakhir telah menggarisbawahi kian besarnya biaya ekonomi, lingkungan, dan sosial dari perubahan iklim.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan, situasi ini mendorong pembentukan skema paket kebijakan hijau yang komprehensif. Itu demi menuju ketahanan iklim ini tetap mampu meningkatkan pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja.

“Keterlibatan pemerintah Indonesia merupakan bukti peran aktif dalam upaya peningkatan ketahanan terhadap bencana secara global,” ujarnya dalam keterangan resmi dalam forum Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) di Bali, Sabtu, 28 Mei.

Menurut Febrio, pertemuan di Bali kali ini menghasilkan poin strategis Kerangka Sendai yang merupakan kerangka mitigasi risiko bencana yang dilaksanakan sejak 2015 dan ditargetkan rampung pada 2030. Kata dia, setelah tujuh tahun berjalan, terdapat 133 negara yang belum memulai, 54 negara dalam progress, dua negara siap untuk proses validasi, dan enam negara telah divalidasi dari total 195 negara.

“Kita masih perlu meningkatkan kerja sama internasional, infrastruktur penting, dan target layanan. Untuk itu, kita perlu memperkuat kolaborasi melalui platform global ini untuk mencapai target,” tuturnya.

Lebih lanjut, Febrio mengungkapkan mayoritas anggota yang masih jauh dari selesai, tetapi Indonesia telah mencapai berbagai progress dalam tujuh tahun terakhir untuk penanganan risiko bencana.

“Salah satu pencapaian Indonesia yang dijadikan contoh dalam pertemuan ini adalah pembentukan Strategi Pendanaan dan Asuransi Risiko Bencana atau Disaster Risk Financing and Insurance (DRFI). Strategi DRFI berisi campuran instrumen yang memungkinkan pemerintah untuk meminimalkan risiko bencana seperti mengatur strategi pendanaan risiko bencana melalui APBN/APBD, maupun memindahkan risikonya kepada pihak ketiga,” jelas dia.

Anak buah Sri Mulyani itu memaparkan pula strategi DRFI mengubah pembiayaan risiko bencana dari reaktif menjadi lebih proaktif.

“Artinya, kita berusaha untuk mengurangi ketergantungan pada APBN dan lebih banyak pada instrumen pembiayaan lainnya. Ini juga berarti bahwa kami berkomitmen untuk berinvestasi lebih banyak dalam kegiatan prabencana,” katanya.

Sebagai informasi, hingga saat ini pemerintah telah mengasuransikan 2.112 bangunan seluruh kementerian dan lembaga dengan total nilai pertanggungan sekitar Rp17,05 triliun.

Adapun, forum Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) merupakan inisiasi dari UN Office on Disaster Risk Reduction (UNDRR) yang dilangsungkan setiap tiga tahun sekali dengan melibatkan 182 negara.

Terkait