Melihat Sisi Lain Polemik Baim Wong Menegur Seorang Kakek Untuk Bekerja: Menyoal Kemiskinan Struktural
Tangkap layar (Youtube/Baim Paula)

Bagikan:

JAKARTA - Publik figur Baim Wong jadi bulan-bulanan warganet karena kontennya di Youtube tampak memarahi kakek-kakek yang mengikutinya dan meminta uang. Baim lantas menegurnya seraya menyuruh sang kakek bekerja alih-alih mengemis. Selain dianggap berlebihan, sikap Baim juga dinilai abai soal kemiskinan struktural. Mungkin Baim belum sadar betul kalau orang tak bisa tiba-tiba kaya hanya karena kerja, dan orang juga tak tiba-tiba miskin hanya karena malas kerja.

"Tuh kaya dia tuh kerja," ujar Baim kepada seorang kakek sambil menyambangi para sopir ojol dan membagi-bagikan uang. "Nih dikasih uang, karena kerja nih. Kerja nih dikasih duit," kata Baim dalam videonya yang diunggah belum lama ini.

Berkat video yang viral tersebut, suami Paula Verhoeven pun banjir hujatan. Memotivasi orang untuk bekerja dengan bagi-bagi uang tentu tak menjadi soal. Tapi banyak warganet yang mengkritik cara Baim Wong yang seperti tak menaruh simpati kepada kakek-kakek tua itu. Lagi pula si kakek yang disebut Baim mengikutinya terlihat masih menawarkan dagangannya. Bukan mengemis.

Salah satu yang mengomentari aksi Baim Wong adalah Selebtwit Elsya Sandria. Lewat akun Twitternya @elsyandria mengatakan memang haknya Baim Wong untuk menolak, mengusir, dan menegur. Tapi, Elsya bilang "jangan pernah memberi makanan ke orang yang sudah kenyang di depan orang yang sedang kelaparan."

"Tidak menghilangkan ratusan kebaikan dia terhadap orang lain. Tapi tidak membenarkan dia mengolok-olok orang yang lebih tua," tulis Elsya.

Baim Wong lantas mengklarifikasi duduk perkara kejadian yang kadung viral tersebut. Kata Baim, mulanya waktu ia keluar dari rumah sakit bersama anaknya dengan mengendarai motor, tiba-tiba si kakek mendekatinya. "Dan dia tiba-tiba minta uang sama saya."

"Kalau bosqu ada di posisi saya waktu itu mungkin persepsinya akan beda banget melihat kejadian ini. Dari cara dia ngomong, dari cara dia minta, itu enggak banget sih."

Baim juga bilang, waktu itu dirinya tak marah. "Saya bilang pak, bukan dengan cara seperti ini ya. Jangan. Enggak baik. Dan itu enggak marah-marah."

Setelah itu, Baim melanjutkan perjalanan, si kakek itu kembali meneriakinya untuk meminta uang. "Saya paling kesel sih orang seperti itu. Saya paling enggak suka kalau misalkan itu dijadikan kelemahan saya, dan langsung minta uang."

Dan kejadian serupa kembali terulang. Kakek itu kata Baim tetap mengikuti Baim sampai muncul adegan seperti yang terekam di video viral. Dari situlah Baim merasa mulai harus menegur si kakek. "Saya menegurnya dengan cara seperti kalian liat di video. Saya sering melakukan hal itu sih ketika orang minta, dengan cara yang tidak sopan saya sering ngeliatin, dengan cara seperti itu (meminta) kamu enggak bakal dapat duit," ujar Baim.

Kebanyakan orang yang mengkritik Baim adalah karena caranya menegur kakek-kakek dinilai berlebihan. Memang memotivasi orang untuk berjuang sah-sah saja, asalkan hal tersebut realistis. Tapi alangkah jauh lebih baik kalau Baim juga mengedukasi banyak orang soal ketersediaan akses dan privilese.

Baim Wong (Foto: Instagram/baimwong)

Kemiskinan struktural

Persoalan kemiskinan yang terjadi di negara dengan tingkat ketimpangan tinggi mungkin tak sesederhana memberi nasihat "makanya kerja" kepada seseorang. Nasihat itu mungkin ampuh untuk mengentaskan kemiskinan individual, tapi sulit bahkan untuk menyentuh persoalan kemiskinan struktural.

Guru Besar Sosiologi pertama di Indonesia, Selo Soemardjan seperti dikutip M. Alwi Dahlan dalam Pemerataan Informasi, Komunikasi Pembangunan (1997) menjelaskan kemiskinan yang dialami oleh seseorang karena dia malas bekerja atau karena dia sakit menahun merupakan kemiskinan yang bersifat individual. Sedangkan, kemiskinan struktural yakni kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan masyarakat karena struktur sosial masyarakatnya tak memberikan sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka.

Contohnya, seorang petani dapat miskin karena ulah tengkulak. Ini bisa terjadi misalnya karena untuk proses tanam petani pinjam modal ke rentenir, namun ketika panen harga ambles karena ada permainan harga dari tengkulak ditambah impor dari luar.

Pada masalah kemiskinan struktural ini banyak faktor-faktor yang membuat suatu golongan sulit untuk meningkatkan pendapatannya --kalau tak bisa disebut terjebak dalam kemiskinan. Itulah mengapa orang tak bisa tiba-tiba kaya hanya karena membanting tulang, dan orang juga tak tiba-tiba miskin hanya karena malas kerja.

Dosen Antropologi Universitas Padjadjaran, Budi Rajab dalam tulisannya yang bertajuk Kemiskinan Struktural dan Cara Penanggulangannya menjelaskan, bila dilihat dari pendekatan struktural, kemiskinan terjadi karena adanya ketimpangan dalam penguasaan dan pemilikan faktor-faktor produksi seperti tanah, teknologi, dan bentuk kapital lainnya. Kata Budi, dalam proses relasi antar individu atau kelompok saat memanfaatkan sumber daya ekonomi memunculkan segelintir orang yang bisa memiliki dan menguasai sumber-sumber daya ekonomi yang disebut kaum elite.

"Kaum elit ini selanjutnya melakukan konsolidasi melalui lembaga-lembaga tertentu agar sumbersumber daya ekonomi yang dikuasai mereka tetap terjaga, malah dapat lebih diperbesar lagi.  Di sinilah mulai muncul ketimpangan ekonomi yang dalam perjalanan waktu menjadi kian menajam," tulis Budi.

Menurut Budi, akses institusional yang dipakai kaum elite dalam rangka proses konsolidasi antara lain lewat pembentukan kelompok kepentingan atau asosiasi-asosiasi usaha tertentu, birokrasi pemerintahan, ikatan kekerabatan dan lainnya. "Karena itu, pada akhirnya ketimpangan itu tidak melulu ditandai dengan ketidakmerataan dalam pemilikan dan penguasaan hal-hal yang material, tetapi juga menunjuk pada adanya kesenjangan pada akses dan kontrol pada institusi-institusi sosial."

"Mungkin, dalam konteks keterkaitannya dengan institusi sosial inilah, dalam istilah ilmu sosial Indonesia kemiskinan yang demikian itu dikenal dengan istilah 'kemiskinan struktural.' Kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan masyarakat karena struktur sosial masyarakat tidak memberikan peluang dan kesempatan untuk bisa terlibat dalam menggunakan sumber-sumber daya ekonomi," jelas Budi.

Ilustrasi (Foto: Irfan Meidianto/VOI)

Cara menanggulangi

Sementara itu untuk menanggulangi kemiskinan struktural, tak bisa semudah menasehati orang untuk lebih giat bekerja. Kata Budi, hal kemiskinan struktural utamanya bisa dieliminir dengan membuat kebijakan yang langsung mengidentifikasi dan menghapus sumber-sumber ketimpangannya.

"Program penanggulangan kemiskinan dilakukan melalui transformasi mendasar pada struktur ekonomi, politik, dan sosial masyarakat yang tidak lagi didominasi kelompok elit, dengan cara membentuk dan mengembangkan institusi-institusi yang memihak langsung pada orang-orang miskin. Institusi-institusi tersebut mesti secara langsung memberikan akses dan kontrol atas sumber sumber daya ekonomi bagi tumbuhnya peluang berusaha dan kesempatan bekerja yang layak bagi orang-orang miskin," tulis Budi.

Untuk itu, menasihati warga kelas bawah untuk lebih rajin bekerja memang terkesan lebih simpel ketimbang melihat persoalan kemiskinan yang ternyata cukup pelik. Lagi pula, kembali lagi ke polemik Baim Wong, kalau dia menyuruh orang-orang ekonomi kelas bawah lebih giat bekerja, apakah enggak khawatir kalau bahan kontennya bakal berkurang?

Baim Wong adalah salah satu dari banyak artis yang kerap membuat konten bagi-bagi uang. Memang dia bukan pioneer dalam menciptakan aksi kedermawanan sebagai konten Youtube dan media sosial.

Konten bagi-bagi uang ini selalu ramai sejak 2000-an. Salah satunya karena acara ini selalu menarik iba masyarakat. Sebut saja beberapa acara kedermawanan yang sukses adalah Tolong! yang konsepnya mirip dengan beberapa konten Atta Halilintar, acara Bedah Rumah, sampai Uang Kaget. Alih-alih membantu mengentaskan kemiskinan, acara ini justru "menjual kemiskinan" dengan membetot rasa iba penonton.   

Baca Informasi lain tentang EKONOMI atau baca tulisan menarik lain dari Ramdan Febrian Arifin.

BERNAS Lainnya