Perang Harga Swab di Jaksel Bukti Nyata Bisnis COVID-19, Memvalidasi Konspirasi? Tunggu Dulu
Klinik kesehatan (Youtube/eradotid)

Bagikan:

JAKARTA - Sejumlah klinik di kawasan Warung Buncit Jakarta Selatan membanting harga layanan tes swab Antigen. Spanduk promosi raksasa bertebaran di depan klinik, menawarkan harga tes berkisar Rp70-90 ribuan. Perang harga seperti ini juga terjadi di ecommerce. Ini menunjukkan bahwa bisnis tes COVID-19 memang menggiurkan. 

Klinik yang membanting harga tes Antigen bisa dengan mudah kita lihat berderet di kawasan Warung Buncit. Dari foto yang seliweran di media sosial setidaknya ada dua yang paling mencolok. Klinik OMDC dan Klinik Kirana Medika. 

Kedua klinik yang bersebelahan itu sama-sama memasang promosi ciamik. Bandrol harga yang terpampang jelas di spanduk kedua klinik tersebut membuat nuansa persaingan dagang mengental. 

Bagaimana tidak, kalau biasanya kita kerap melihat harga sekali tes Antigen yang mencapai harga seratus sampai dua ratus ribu rupiah, kedua tempat itu mengobralnya di bawah seratus ribu. Klinik OMDC misalnya, dari spanduk yang terpasang mereka mematok tarif Rp89 ribu.  

Biaya tersebut sudah termasuk alat tes swab Antigen dan layanan pengambilan sampel. "Swab Antigen 89 ribu. Dilakukan oleh dokter umum (termasuk surat keterangan hasil swab)," tertulis di papan rumah sakit. 

Tepat di sebelah OMDC, Klinik Kirana Medika memasang tarif lebih murah. Hanya  Rp79 ribu. "Dokter + obat 39 ribu. Swab antigen 77 ribu. 24 jam," begitu tulisannya. 

Klinik kesehatan (Youtube/eradotid)

Kami menghubungi kedua klinik tersebut untuk menggali informasi, namun hanya Klinik Kirana Medika yang bisa dihubungi. Mulanya kami bertanya lama menunggu antrian untuk bisa tes Antigen di klinik tersebut. 

Namun salah seorang customer service Klinik Kirana Medika mengatakan tak bisa memastikannya. "Tergantung situasinya ya, sekarang sih lagi ramai," kata dia. 

Ketika kami mengonfirmasi jadwal praktiknya, mereka bilang untuk tes antigen, dibuka dari pukul 7 pagi sampai 10 malam. "Harganya 79 ribu pak," kata customer service. 

Mereka juga menjelaskan alasan mematok harga lebih murah dari harga pasaran. Cutomer service tersebut mengklaim bahwa alat yang digunakannya sama saja dengan yang banyak digunakan selama ini. "Sama aja pak (alatnya). Kita ambil untung dari alatnya cuma lima ribu aja."

Dengan ramai pasien yang tidak mereka juga mengaku tak takut kehabisan stok alat Antigen. "Kita enggak pernah kehabisan di sini, karena kalau stoknya mulai mau habis kita langsung ambil ke gudang. Di gudang ada terus," kata dia. 

Harga di bawah pasar

Bila merujuk salah satu laman aplikasi kesehatan, halodoc.com, sejumlah rumah sakit dan klinik di Jakarta Selatan diestimasikan mematok tarif tes swab Antigen dengan harga di atas Rp150 ribu. Laboratorium Klinik Westerindo misalnya mematok harga tes swab Antigen Rp159 ribu, Mayapada Clinic Rp180 ribu, dan Cellscience Lippo Mall Kemang Rp220 ribu.

Ini artinya kedua klinik di kawasan Warung Buncit itu hampir memangkas harga pasaran sebesar 50 persen. Perang harga juga bukan hanya terjadi di klinik. Beberapa platform ecommerce menjual alat tes Antigen dengan harga di bawah Rp50 ribu. 

Di Tokopedia misalnya, ada toko daring yang mematok harga Rp44 ribu. Kemudian di Bukalapak juga tampak ada penjual alat tes pendeteksi COVID-19 ini. Seorang penjual mematok harga Rp40 ribu. Sementara di Shopee ada yang menjual alat tersebut seharga Rp39.900.

Kendati demikian, penjualan alat Antigen di ecommerce menuai polemik. Beberapa platform bahkan mengaku hendak memblokir para penjual alat pendeteksi virus corona baru tersebut.

Pasalnya, menurut Dokter spesialis paru, Erlang Samoedro yang dikutip CNNIndonesia, tes Antigen mandiri menimbulkan risiko. Menurut dia, tes Antigen sebainya dilakukan petugas terlatih dan mengenakan alat pelindung diri, sebab berisiko menularkan virus corona hingga ancaman kematian. 

Klinik kesehatan (Youtube/eradotid)

Ladang bisnis

Melihat banyaknya penjual yang berlomba-lomba banting harga, Ekonom dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Muhammad Zulfikar Rakhmat mengatakan bisnis tes antigen ini memang besar. Besarnya bisnis itu tak dapat dipungkiri lantaran permintaannya yang tinggi. 

"Lumayan besar. Karena ini demandnya yang tinggi," kata Zulfikar saat dihubungi VOI

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) sebetulnya sudah lama melihat tes Antigen ini berpotensi menjadi ladang bisnis. Pengurus YLKI Agus Sujatno misalnya, pada Desember tahun lalu, menjadi salah seorang yang tak setuju ketika tes Antigen menjadi syarat bagi masyarakat yang hendak menggunakan moda transportasi umum seperti kereta api dan pesawat. 

Pasalnya, Agus khawatir kebijakan ini malah dimanfaatkan oleh oknum tak bertanggungjawab untuk meraup keuntungan pribadi. Belum lagi hasil rapid test Antigen sendiri menurutnya tidak bisa menjadi patokan untuk menentukan orang tersebut positif atau negatif COVID-19. 

"Alih-alih menjadi upaya pencegahan COVID-19, YLKI menduga rapid test sebagai prasyarat transportasi dan aktivitas (termasuk jenis antigen) akhirnya hanya akan menjadi ladang bisnis baru yang membebani konsumen," kata Agus kepada JawaPos

Saking besarnya nilai bisnis tes Antigen ini, para oknum penjual ilegal pun bertebaran. Tak tanggung, omzetnya yang diperoleh pun bisa mencapai Rp2,8 miliar. 

Para oknum penjual ilegal tersebut berhasil dibongkar Jajaran Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jawa Tengah, pada Mei lalu. Mereka diketahui menjual alat tes Antigen bermerk Clungene dan Speedcheck. Keduanya diketahui tidak memiliki izin edar. 

*Baca informasi lain tentang COVID-19 atau tulisan menarik lain dari Ramdan Febrian Arifin.

BERNAS Lainnya