Perjalanan Panjang Dangdut Menuju Warisan Budaya Takbenda UNESCO
Penyanyi dangdut Yan Vellia tampil dalam sebuah acara bertajuk Pesta Kesenian Rakyat di Pacitan, Jawa Tinur pada 2010. (Wikimedia Commons)

Bagikan:

JAKARTA - Dangdut is the music of my country. Demikian judul lagu yang dipopulerkan grup vokal Project Pop pada 2003 lalu. Musik dangdut memang lekat dengan masyarakat Indonesia. Hampir semua golongan menyukai genre musik yang satu ini. Mulai dari tua dan muda, masyarakat di desa sampai di kota-kota pun gemar mendengarkan musik dangdut.

Dan, kini datang kabar baik untuk para pecinta dangdut di Tanah Air. Dangdut resmi ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb). Sidang penetapan tersebut digelar oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi pada Senin, 28 Agustus di Hotel Millenium Tanah Abang, Jakarta Pusat.

Peresmian dangdut sebagai WBTb setelah dilakukan evaluasi dan penyempurnaan berkas dari permohonan yang diajukan oleh Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Artis Musik Melayu-Dangdut Indonesia (DPP-PAMM) pada 4 Agustus 2021 lalu, melalui Dinas Kebudayaan DKI Jakarta dan didukung oleh Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB).

Penetapan dangdut sebagai WBTb bukan hanya untuk mengamankannya supaya tidak diakui oleh negara lain, tapi juga diharapkan mampu menjadi pagar budaya bangsa. Selain itu, penetapan ini juga sebagai salah satu jalan menuju didaftarkannya dangdut menjadi warisan budaya UNESCO (United Nations Educational Scientific and Cultural Organization).

Didaftarkan Warisan Budaya Takbenda UNESCO

Istilah ‘warisan budaya’ telah banyak berubah dalam beberapa dekade terakhir, sebagian disebabkan oleh instrumen yang dikembangkan oleh UNESCO. Warisan budaya tidak hanya berhenti pada monumen dan koleksi benda saja. Pentingnya warisan budaya takbenda bukan semata-mata pada perwujudan budaya itu sendiri, melainkan pada kekayaan pengetahuan dan keterampilan yang diwariskan melalui warisan tersebut dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Dikutip dari situs kemendikbud.go.id, Warisan Budaya Takbenda atau intangible cultural heritage bersifat tak dapat dipegang (intangible/abstrak), seperti konsep dan teknologi; dan sifatnya dapat berlalu dan hilang dalam waktu seiring perkembangan zaman seperti misalnya bahasa, musik, tari, upacara, serta berbagai perilaku terstuktur lain.

Sementara menurut Konvensi 2003 UNESCO Pasal 2 ayat 2, warisan budaya takbenda adalah berbagai praktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, keterampilan - serta instrumen, obyek, artefak dan ruang-ruang budaya terkait dengannya.

Dalam beberapa kasus, masyarakat, kelompok, atau seseorang juga dapat menjadi bagian dari warisan budaya takbenda. Sederhananya, warisan budaya takbenda adalah peninggalan budaya yang tidak semuanya dapat diraba, tapi diketahui dan dirasakan keberadaannya.

Setelah resmi menjadi warisan budaya takbenda nasional, musik dangdut kini akan didaftarkan ke UNESCO. Hal tersebut diungkap oleh musisi dangdut senior, Rhoma Irama.

Rhoma Irama hadir dalam sidang penetapan dangdut sebagai warisan budaya takbenda. (Istimewa) 

“Dangdut kita daftarkan ke UNESCO sebagai warisan budaya takbenda, didorong oleh pemerintah lewat Kemendikbud,” tutur pria yang mendapat julukan Raja Dangdut tersebut.

Sebelum dangdut, Indonesia juga mengajukan Reog Ponorogo untuk mendapat pengakuan sebagai warisan budaya takbenda dari UNESCO. Sidang UNESCO terhadap Reog Ponorogo sebagai WBTb diperkirakan akan berlangsung pada Desember 2024. 

Indonesia sebenarnya telah mengajukan dangdut sebagai warisan budaya takbenda sejak 2022 silam. Namun, baru bisa dilakukan setelah resmi menjadi WBTb nasional. Dengan mengajukan dangdut sebagai warisan budaya takbenda ke UNESCO, untuk menghindari klaim dari negara lain. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno mengatakan dangdut merupakan identitas budaya Indonesia. 

"Musik dangdut menjadi kebanggan bangsa dan identitas budaya. Kami ingin segera mengajukan supaya ini tercatat dan supaya juga ini nanti tidak diklaim negara lain," kata Sandiaga Uno tahun lalu. 

Melansir laman unesco.org, setidaknya ada empat syarat untuk bisa masuk dalam kategori warisan budaya takbenda. Pertama, WBTb bukan hanya mewakili tradisi yang diwariskan dari masa lalu, namun juga praktik-praktik kontemporer di pedesaan dan perkotaan yang melibatkan beragam kelompok budaya.

Batik sudah ditetapkan sebagai warisan budaya takbenda UNESCO sejak 2009. (Unsplash/Mahmur Marganti)

WBTb juga harus bersifat inklusif dan representatif. Dan terakhir, warisan budaya takbenda hanya bisa menjadi warisan jika diakui oleh komunitas, kelompok, atau kelompok individu yang menciptakan, memelihara, dan menyebarkannya. Tanpa pengakuan dari mereka, tidak ada orang lain yang dapat memutuskan bahwa sebuah ekspresi atau praktik tertentu adalah warisan budaya.

Terhitung sejak 2008 sampai saat ini, UNESCO telah mengakui 12 warisan budaya takbenda dan benda asal Indonesia. Wayang menjadi kesenian pertama yang diakui sebagai WBTb oleh UNESCO pada 2008, kemudian disusul keris (2008), batik (2009), pendidikan dan pelatihan batik di Pekalongan (2009), angklung (2010), tari saman (2011), noken (2012), tiga genre tari tradisional Bali (2015), kapal pinisi (2017), pencak silat (2019), pantun (2019), dan terakhir gamelan (2021).

Pergeseran Musik Dangdut Jadi Koplo

Keberadaan musik dangdut seolah tak lekang oleh waktu. Musik dangdut diklaim berakar dari musik Melayu, dan menurut Encyclopaedia Britannica, musik dangdut muncul pada abad ke-20.

Sementara melansir Institut Teknologi Padang, musik dangdut lahir dari pengaruh musik India dalam film Bollywood berjudul ‘Boneka India’. Selain dipengaruhi oleh musik India, musik dangdut juga terpengaruh oleh musik Arab, khususnya pada bagian cengkok dan harmonisasi nada.

Di awal kemunculannya, lagu dangdut rata-rata bertema percintaan. Namun seiring berjalannya waktu, musik dangdut juga turut membahas berbagai isu sosial, bahkan sebagai media dakwah agama Islam.

Genre musik ini kemudian terus berkembang hingga ke ASEAN, bahkan pada 1990-an popularitas musik dangdut mencapai negara Turki, Jepang, Australia, hingga Amerika. Pada tahun tersebut seorang pengusaha Jepang merilis sekitar 200 lagu milik Rhoma Irama yang kemudian diedarkan di negaranya.

Reog Ponoroga juga akan didaftarkan sebagai Warisan Budaya Takbenda. (Wikimedia Commons)

Popularitas musik dangdut mampu bertahan di era sekarang, di tengah gempuran genre musik baru yang lebih modern. Dalam beberapa tahun ke belakang, munculah dangdut koplo yang sempat menuai pro dan kontra. Goyangan erotis yang muncul dari dangdut koplo dianggap telah mencemari dangdut yang telah berkembang pada era sebelumnya.

Seperti diketahui, musik dangdut sebelumnya digunakan sebagai media dakwah yang mengusung nilai-nilai moral, sementara dangdut koplo dinilai terlalu erotis. Kata koplo dalam frasa dangdut koplo berasal dari bahasa Jawa yang berarti dungu atau bodoh.

Namun kutipan dari Weintraub, dalam karya ilmiah berjudul The Sound and Spectacle of Dangdut Koplo: Genre and Counter-Genre in East Java, Indonesia, mendukung bahwa dangdut koplo tidak berbeda dengan dangdut original.

“Bagaimanapun koplo bukanlah genre yang terpisah dari dangdut (telah menyatu dengan genre-genre lain seperti rock, pop, dan lagu-lagu lokal Jawa). Dangdut koplo terkarakterisasi melalui pola tabuhan khusus, tempo cepat, pencampuran aransemen-aransemen gender, dan pertunjukan yang cenderung terlihat erotis.”