Tiada Pembenaran untuk Kelompok Mahasiswa KKN Bermasalah
KKN sejatinya dijadikan ajang mengaktualisasikan diri dan membantu masyarakat termasuk membantu urusan pendidikan. (Wikimedia Commons)

Bagikan:

JAKARTA - Narasi Kuliah Kerja Nyata (KKN) bermasalah telah mewarnai jagat media massa. Semua bermula dari sekelompok mahasiswa Universitas Negeri Padang (UNP) yang menghina fasilitas KKN. Kemudian, yang teranyar seorang mahasiswa Universitas Mataram (Unram) menyinggung masyarakat setempat.

Nyatanya, tindakan itu membawa kekecewaan yang mendalam. Padahal KKN adalah fase mahasiswa mengaktulisasi diri dan membantu khalayak umum. Fenomena itu jelas membutuhkan perhatian lebih supaya tak terulang. Apa itu?

Belakangan sosial media dihebohkan dengan sejumlah mahasiswa UNP yang sedang KKN di Bungus, Teluk Kabung, Kota Padang, Sumatra Barat (Sumbar). Aksi mereka membuat konten memancing amarah warga setempat.

Alih-alih mereka menyebarkan kabar baik, mahasiswa UNP justru menyindir fasilitas di tempat KKN berlangsung. Sindirian itu hadir lewat konten di media sosial yang viral sejak Senin, 26 Juni. Fokus sindiran diarahkan mahasiswa UNP kepada kurangnya air di tempat mereka menginap.

Sindiran itu memunculkan polemik. Warga setempat segera mengusir mahasiswa UNP yang dianggap membawa banyak mudarat, ketimbang manfaat. 

Sejumlah mahasiswi Universitas Negeri Padang (UNP) membuat permohonan maaf atas KKN mereka yang bermasalah. (Istimewa)

"Kalian libur semester? Mana maen, KKN-lah. KKN kalian di mana? Tanah Datar, Lima Puluh Kota? Bungus-lah, air nggak ada, mandi di musala. Diusir? Ngontrak bayar pula," ucap sejumlah mahasiswi dalam video tersebut.

Perihal mahasiswa UNP yang usir warga belum juga redup, KKN bermasalah muncul lagi. Semuanya bermula dari seorang mahasiswa berinsial NWAP dari Unram yang membuat konten video menyinggung warga Desa Kayangan, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB) beberapa hari yang lalu.

Video yang diunggahnya di Instagram menyinggung warga setempat dengan menyebut warga Desa Kayangan tiada yang cantik. Konten yang menyinggung itu kemudian viral. Amarah warga setempat tak tertahankan. Pengusiran pun dilakukan karena warga menilai mahasiswa itu tak dapat menjaga adab.

"Iya benar (pengusiran), masyarakat setempat tersinggung karena konten yang dibuat yang bersangkutan NWAP. Yang pulang (diusir) hanya yang membuat konten itu, dia dijemput keluarganya langsung semalam. Ini untuk menjaga ketertiban di masyarakat," kata Kasat Reskrim Lombok Utara, I Made Sukadana, sebagaimana dikutip Detik.com, 24 Juli.

Perguruan Tinggi Perlu Turun Tangan

Fenomena KKN bermasalah telah menyedot perhatian seisi negeri. Kekecewaan khalayak umum pun bermunculan. Kekecewaan itu bermuara pada kurang dewasanya mahasiswa bersikap kala melanggengkan KKN.

Mantan Dekan Fakultas Teknik Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) NTB, Gendewa Tunas Rancak ikut prihatin. Ia tidak membenarkan suatu tindakan yang mengganggu ‘kesucian’ KKN. KKN sejatinya dianggap ajian ampuh untuk mahasiswa turun mengabdi kepada masyarakat desa atau kota dan membawa perubahan.

Mahasiswa harusnya dapat memanfaatkan KKN untuk berkreasi dan bekerja sama untuk menelurkan solusi untuk suatu permasalahan yang ada di lokasi. Bukan malah melanggengkan hal-hal yang merugikan khalayak. 

Pria yang akrab disapa Dewa pun meminta kepada perguruan tinggi yang ada untuk kembali meningkatkan perannya dalam mengatur dan mengontrol KKN. Dari mengotrol ragam aktivitas hingga penentuan hasil akhir. Semua itu harus diikat dengan kerjasama antara perguruan tinggi dan tempat KKN dilaksanakan.

KKN seharusnya memberi manfaat terhadap lingkungan sekitar mahasiswa ditempatkan. (Wkimedia Commons)

Ajian itu buat mahasiswa yang siap untuk KKN memiliki bekal penting. Alhasil, mahasiswa menjadi lebih mengerti batas mana yang boleh dilanggengkan, dan mana yang tidak.

“Ada dua bekal penting. Bekal dari institusi pendidikan dan bekal dari tempat dari dia akan melakukan KKN. Keduanya dijelaskan dalam sebuah perjanjian kerja sama. Bakal ini termasuk apa yang boleh dilakukan, apa yang tak boleh dilakukan, apa yang perlu dilakukan, apa yang kira-kira tidak penting untuk dilakukan.”

“Berikutnya, kampus dan kelompok KKN berlomba-lomba untuk menghasilkan output yang baru dan bagus yang kemudian harus diviralkan. Jadi, ada Standar Operasional Prosedur (SOP) yang ketat, monitoring dan controlling antara pola kolaborasi institusi pendidikan dan tempat KKN atau desa, kelurahan, atau kota,” terang Dewa sebagaimana dihubungi VOI, 25 Juli.

Peran besar perguruan tinggi itulah yang kemudian memunculkan sebuah kolaborasi dan integrasi yang apik. Kelompok mahasiswa yang berasal dari ragam bidang ilmu dapat berbuat banyak kepada masyarakat.

Harmonisasi itulah yang membuat antara mahasiswa dan warga setempat –desa maupun kota-- memiliki ikatan batin. Bak keluarga dekat. Mahasiswa menghargai masyarakat dan sebaliknya. Masyarakat setempat akan menghargai setiap karya mahasiswa yang dilanggengkan dalam KKN.

“Semuanya bermuara kepada harmonisasi. Perguruan tinggi yang diwakili mahasiswa KKN dapat melakukan pengabdian secara maksimal kepada penerima manfaat dalam hal ini adalah masyarakat desa atau kota. Jadi, polanya jelas terintegrasi dengan baik kemudian memang dia terkordinasi dengan baik, akhirnya menjadi sesuatu yang bermanfaat.”

“Pertanyaan sederhananya adalah kenapa yang viral itu KKN yang bermasalah. Padahal, banyak sekali KKN berhasil yang kita lihat di luaran sana. Atau di media massa, youtube bahwa banyak KKN yang memang  membawa manfaat yang besar bagi kebutuhan masyarakat di pedalaman malahan. Di Maluku, Papua, NTT , dan lain-lain,” tutup Dewa.