Kesehatan Mental Sama Pentingnya dengan Kesehatan Fisik , Bagaimana Menjaganya Selama Pandemi ?
Novi Amelia, model yang ditemukan tewas di apartemennya pada Rabu pagi 16 Februari 2022. (Foto: Twitter @novieamelia3)

Bagikan:

JAKARTA - Kabar tidak enak datang dari dunia hiburan,diketahui seorang model Novi Amelia tewas di Apartemen Kalibata City, Rabu 16 February 2022 pagi. Kematian Novi diduga sebagai akibat tindakan bunuh diri. Novi ditengarai mengalami stress atau depresi.

Dikutip dari primayahospital.com,menurut Dokter Spesialis Jiwa Martha Dinar Alit, SpKJ,M.Kes stres atau depresi adalah sumber penyakit. Ketika seseorang mengalami stres, bisa muncul banyak masalah kesehatan, termasuk kesehatan mental. Rasa stres dapat memicu respons dari tubuh manusia. Jika tidak tertangani dengan baik, stres dapat menyebabkan gangguan fisik maupun psikologis (gangguan panik, gangguan kecemasan, hingga dapat mengarah ke depresi.

Dikutip dari Antara 11 Desember 2021, Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan menyatakan angka kasus gangguan mental dan depresi mengalami peningkatan hingga 6,5 persen selama pandemi COVID-19 di Indonesia.

Ilustrasi depresi. (Foto: Unsplash)

"Dampak pandemi angka gangguan mental dan depresi mengalami peningkatan mencapai 6,5 persen secara nasional," kata Plt. Dirjen P2P Kemenkes, Maxi Rein Rondonuwu, di acara Peringatan Hari Kesehatan Jiwa Se-dunia (HKJS) 2021 di Aula Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Surakarta, Jawa Tengah.

Menurut Maxi Rein, meningkatnya gangguan mental dan depresi pada masa pandemi saat ini pada angka sekitar 12 juta orang. Mereka usia produktif. Penyebabnya sebagian besar antara lain masalah keterbatasan sosial karena terlalu lama diam di rumah, dan karena kehilangan pekerjaan.

"Mereka yang mengalami gangguan jiwa dan depresi mulai usia 15 tahun hingga 50 tahun atau usia produktif," kata Maxi Rien.Dia menjelaskan menurut survei 2020 yang dilakukan oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI), 63 persen responden mengalami cemas dan 66 persen responden mengalami depresi akibat pandemi COVID-19. Sedangkan, sebanyak 80 persen responden memiliki gejala stres pascatrauma psikologis karena mengalami atau menyaksikan peristiwa tidak menyenangkan terkait COVID-19.

Sementara itu berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebutkan angka gangguan kecemasan yang dialami oleh masyarakat mengalami kenaikan selama masa pandemi COVID-19. Peningkatan mencapai 6,8 persen. Sebanyak 18.373 jiwa mengalami gangguan kecemasan, lebih dari 23.000 mengalami depresi dan sekitar 1.193 jiwa melakukan percobaan bunuh diri.

Penyebab Stres

Kondisi pandemi yang telah memasuki tahun kedua bagi masyarakat di seluruh dunia mengharuskan masyarakat membatasi aktivitasnya dengan hanya di rumah saja selama berbulan-bulan seringkali menjadi pemicu utama. Faktor lainnya yang juga membuat kondisi stres semakin parah bagi sebagian besar orang, antara lain:

- Masalah ekonomi, adanya penurunan pendapatan atau pemutusan hubungan kerja (PHK).

- Interaksi sosial yang sangat dibatasi atau sangat berkurang.

- Work from home yang ternyata lebih menyita waktu.

- Kecemasan berlebihan akan tertular COVID-19 dan ketidakpastian berakhirnya pandemi, yang

   seringkali disertai adanya gangguan kepribadian.

Kampanye kesehatan mental selama pandemi. (Foto: Kemenkes RI)

Siapa yang Berpotensi Mengalami Masalah Mental Saat Pandemi COVID-19?

Mengutip dari promkes.kemkes.go.id kesepian dan isolasi sosial juga meningkatkan risiko depresi dan gangguan kecemasan pada anak-anak dan remaja. Risiko kesehatan mental COVID-19 pada orang dewasa dan lanjut usia cenderung lebih kecil karena kebutuhan untuk bersosialisasi pun lebih sedikit.

Namun, berdasarkan beberapa penelitian, ada sejumlah faktor yang bisa meningkatkan risiko itu, antara lain:

  • Berjenis kelamin perempuan karena lebih rentan terhadap stres serta gangguan stres pasca-trauma
  • Berusia produktif dan banyak menerima informasi dari media sosial atau media massa yang bisa menambah tekanan
  • Berpendidikan tinggi karena lebih sadar akan pentingnya kesehatan sehingga lebih mudah terserang stres lantaran terlalu memikirkan ancaman kesehatan
  • Masih harus bekerja saat pandemi karena lebih khawatir tertular COVID-19, terutama bila menggunakan transportasi umum
  • Pendapatan berkurang atau kehilangan pekerjaan karena pandemi
  • Tinggal di daerah dengan tingkat penularan tinggi atau banyak kenalan atau anggota keluarganya yang positif COVID-19

Dampak Stres

Pada umumnya, semua orang dapat mengalami stres dengan beragam penyebab dan faktor. Namun, terdapat beberapa pihak lebih rawan stres selama pandemi, seperti pasien terkonfirmasi COVID-19 dan keluarga, tenaga medis dan keluarga, pekerja, hingga anak-anak yang bersekolah dari rumah. Beragam pihak tersebut penting untuk lebih diperhatikan oleh lingkungan sekitar agar stres lebih teratasi. Berikut sejumlah tanda orang tengah mengalami stres yang perlu dibantu:

  • Terjadinya perubahan perilaku sehari-hari, seperti sulit tidur, kurang nafsu makan, dan sebagainya. 
  • Mengalami perubahan kondisi fisik, seperti dada berdebar-debar, mual, berkeringat dingin, merasa sesak napas atau napas pendek, dan sakit kepala. 
  • Merasakan perubahan kondisi psikologis, seperti cemas, mudah frustasi atau marah, mudah sedih atau menangis, merasa tertekan, dan kesulitan berkonsentrasi. 

Solusi Mengatasi Stres

Dikutip dari Siloamhospitals.com,Berikut sejumlah cara manajemen stres secara baik dan benar agar membuat fisik dan mental lebih tenang selama pandemi:

 - Kenali terlebih dulu sumber stres Anda.

- Sadari bahwa kenyataannya Anda harus beradaptasi dalam kondisi normal baru dalam waktu   

  yang lama

- Ubah pola pikir negatif dengan belajar untuk berpikir positif dalam situasi ini.

- Kurangi penggunaan media sosial dan membaca berita secara berlebihan yang terkadang belum   

  tentu benar, sehingga memicu kecemasan.

- Perbanyak aktivitas fisik seperti olahraga teratur. Bergerak aktif dapat menurunkan tingkat stres

- Tetap berkomunikasi ,Berkat Internet, kita masih bisa bercengkerama dengan kawan-kawan lewat telepon atau video call. Manfaatkan teknologi ini untuk tetap menjaga komunikasi dengan orang lain, termasuk mencurahkan isi hati yang menjadi beban.

- Bersyukur,Harus disadari mau tidak mau, saat ini kita memang dalam kondisi pandemi COVID-19. Jangan mengeluh,namun tetaplah bersyukur karena kita masih diberikan kesempatan untuk menjalani kehidupan.

Ilustrasi depresi. (Foto: Unsplash)

Jika anda merasa memiliki salah satu gejala depresi, jangan menyerah dan memutuskan mengakhiri hidup. Anda tidak sendiri. Layanan konseling bisa menjadi pilihan Anda untuk meringankan keresahan yang ada.Adapun opsi lainnya adalah kita harus menanamkan dalam diri bahwa kita tidak sendirian. Kita dapat berbicara dengan orang yang dipercaya di lingkungan kita, bisa keluarga atau sahabat yang memahami kondisi kita.

Anda juga bisa menghubungi layanan profesional, yaitu Layanan Psikologi Sehat Jiwa (SEJIWA) secara gratis di nomor telepon 119 Ext 8.