Kemandirian Pangan Indonesia Timur Rendah, Bulog: Karena Diukur Hanya dari Beras
Direktur Utama Bulog Budi Waseso. (Foto: Bulog)

Bagikan:

JAKARTA - Indeks ketahanan pangan global Indonesia berdasarkan dari the economic intelligence unit semakin meningkat setiap tahunnya. Awalnya di tahun 2015 angkanya masih di 46,7 persen, naik di 2019 mencapai 62,6 persen. Namun, masih ada beberapa daerah yang kemandirian pangannya rendah.

Daerah dengan kemandirian pangan rendah, di posisi nomor satu adalah Papua dengan persentase hanya di 1,8 persen, dan Papua Barat 2,2 persen. Sementara itu, Maluku ada di posisi ketiga dengan persentase kemandirian pangan ada di 3,6 persen.

Hal ini berbanding terbalik dengan daerah Yogyakarta dan Gorontalo yang masing-masing persentasenya di angka 6 persen. Sedangkan, posisi tertinggi ketiga adalah Kalimantan Selatan 5,9 persen.

Direktur Utama Bulog Budi Waseso (Buwas) mengatakan daerah Indonesia Timur kemandirian pangannya rendah karena yang diukur hanya dari komoditas beras. Saat ini memang masyarakat Papua sudah tidak dibiasakan untuk makan sagu, karana pangan sudah diganti menjadi beras.

Lebih lanjut, Buwas menjelaskan, hal yang menyebabkan kemandirian pangan rendah juga karena poruduksi beras hanya berada di dua wilayah di Papua yakni Marauke dan Manokwari.

"Jadi kalau kita lihat dari produksi beras memang masih sangat kurang. Karena produksinya hanya di Merauke sama di Manokwari sebagaian, tapi yang paling besar di Marauke. Tetapi kalau di panganan lain sagu, ubi-ubian itu besar di Papua itu," katanya, dalam acara IDX Channel, Selasa, 14 Juli.

Buwas menjelaskan, komoditas pangan selain beras di wilayah Papua yakni sagu sangat berlimpah. Bahkan, jika pemerintah serius menanganinya ini bisa jadi kekuatan pangan.

"Sebenernya kalau mau kita lihat, karena yang dilihat dari Papua itu dari sisi beras. Pangan tidak hanya beras. Kalau kita mau bicara sagu di Papua, kita kalau mau produksi dengan baik yaitu ada 450 juta ton per tahun produksi sagu," tuturnya.

Tak hanya itu, menurut Buwas, produksi komoditas sagu ini bahkan bisa memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia, yang dalam satu tahun mencapai 36 juta ton. Namun, untuk meningkatkan kemandirian pangan bukan menjadi domain Bulog.

"Untuk meningkatkan kemandirian pangan itu menjadi tugas Menteri Pertanian. Semantara Bulog dari sisi mempersiapkan suplai pangannya dan menyerap produksi lokalnya," jelasnya.

Libatkan Pemda hingga TNI untuk Distribusi

Terkait dengan distribusi pangan ke daerah-daerah terpencil yang memang aksesbilitasnya sangat terbatas, Buwas mengatakan, untuk wilayah pedalaman pihaknya melibatkan Pemda dan Panglima TNI.

"Seperti yang di pedalaman Wamena daerah lainnya, kita sudah kerja sama dengan TNI dan kita sudah menyiapkan dari jauh hari. Prediksi kita tidak baru-baru ini, tetapi sudah lama. Angkutan itu kita dibantu dengan kekuatan yang ada dari TNI," jelasnya.

Lebih lanjut, Buwas mengatakan, untuk distribusi pangan ke daerah pedalaman tidak menggunakan jalur darat, tetapi melalui udara dengan pesawat milik TNI. Sedangkan untuk biaya diambil dari subsidi silang.

"Ini juga biayanya kita disubsidi. Artinya subsidi silang. Kenapa kalau di wilayah itu harganya tidak terlalu tinggi dibandingkan di wilayah lain? Karena memang tadi biayanya didukung atau disubsidi oleh pemerintah atau dari Bulog sendiri, subsidi silang sehingga harganya relatif tidak terlalu mahal," jelasnya.