COVID-19 Jadi Tantangan dalam Penanganan DBD
Ilustrasi (Foto: WikiImages from Pixabay)

Bagikan:

JAKARTA - Selain COVID-19, tantangan penanganan penyakit lain adalah demam berdarah dengue (DBD). Sebab, penyakit akibat gigitan nyamuk aedes aegypti ini menjadi tantangan baru ditengah virus ini.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi menjelaskan, ada tiga tantangan baru dalam mengendalikan penyakit DBD sejak COVID-19 melanda pada Maret lalu.

Pertama, kegiatan juru pemantau jentik (jumantik) untuk memeriksa jentik nyamuk di setiap rumah warga terkendala akibat kewajiban penerapan protokol pencegahan COVID-19 seperti jaga jarak fisik (physical distancing). 

Kedua, banyak gedung seperti kantor, hotel, dan sekolah yang tidak dihuni. Hal ini mengakibatkan kondisi bangunan menjadi lembab dan mengundang nyamuk untuk bersarang.

"Karena kita melaksanakan kebijakan kerja dan belajar dari rumah 3 bulan, otomatis gedung-gedung banyak sekali yang ditinggal, termasuk seperti hotel, sekolah, musala dan tempat-tempat ibadah. Ini yang menjadi tantangan kami," kata Siti dalam diskusi di Graha BNPB, Jakarta Timur, Senin, 22 Juni. 

Ketiga, masyarakat harus rutin secara mandiri memeriksa jentik nyamuk dan melakukan penanganan 3M plus tanpa ada petugas yang mendatangi rumah masing-masing. Caranya, menutup tempat penyimpanan air, menguras bak mandi, dan mendaur ulang barang bekas. 

"Serta, plusnya seperti menggunakan lotion, kemudian menutup rumah dengan kasa nyamuk, di situ kan masih banyak masyarakat kita yang rumahnya belum ditutupi kasa nyamuk. Padahal kasa nyamuk tidak harus yang mahal. Cukup seperti jaring-jaring," ungkap dia. 

Dari awal tahun sampai hari ini, angka penyakit DBD sudah mencapai lebih dari 68 ribu kasus di seluruh Indonesia. Daerah dengan penyakit DBD tertinggi berada di Provinsi Jawa Barat, Lampung, NTT, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jogjakarta, dan Sulawesi Selatan. 

"Kami tahu, daerah ini juga menjadi daerah yang jumlah kasus COVID-nya juga tinggi," ucap Siti. 

Penyakit demam berdarah juga bisa berdamak kematian. Angka kematian DBD pada saat ini sudah mencapai angka 346. Provinsi dengan kasus kematian DBD tertinggi berada di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

 

Kenali gejalanya

Siti menyebut, saat ini DBD paling banyak menyerang anak remaja. Banyak remaja yang datang ke rumah sakit ketika keadaan gejalanya sudah kritis. Mereka kebanyakan dehidrasi akibat makanan dan minuman yang sering dimuntahkan. 

"Mereka enggak minum, tambah dehidrasi, lemas, lalu tidur seharian. Apalagi, yang ngekos sendirian, ini enggak ada yang mengingatkan," ucap Siti. 

Lebih lanjut, nyamuk DBD biasanya berkeliaran dan menggigit manusia di pagi dan sore hari. Pagi hari pada pukul 10.00-12.00 WIB, sementara sore pada pukul 16.00-17.00 WIB. Ciri-ciri nyamuk aedes aegypti bisa dilihat dari kakinya yang berwarna belang hitam dan putih. 

Saat terserang gigitan nyamuk, biasanya orang akan mengalami demam tinggi selama beberapa hari, pada angka 39 hingga 40 derajat celsius. Kemudian, muka tampak merah, nyeri di kepala dan belakang mata, dan muntah-muntah. Setelah itu, ada fase kritis yang biasanya datang di hari ketiga yakni terjadi kebocoran pembuluh darah. 

"Kalau misalnya pembuluh darah bocor, cairannya keluar, pasti aliran darah ke otak berkurang dia akan lemas, tidur seharian. Asupan makan minum sulit sehingga dia mau muntah-muntah, terus makin tambah dehidrasi, dan enggak buang air kecil lebih dari 4-6 jam," jelas Siti. 

"Itu tanda bahaya yang harus diwaspadai oleh orang tua. Jika ada keluarga yang ada timbul gejala warning science tadi, segera bawa ke rumah sakit," tambahnya.