Bagikan:

JAKARTA – Mamat, ASN Pemkot Jakarta Timur, korban penggusuran bangunan di kawasan Pulo Gebang, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur kecewa kepada Pengadilan Negeri Jakarta Timur dan Perumnas selaku pemiliki lahan. Ia merasa ada kejanggalan dalam proses pembongkaran.

Kata Mamat, sejumlah penghuni lahan tersebut merasa tidak diturutsertakan dalam proses rapat rencana penggusuran dan mediasi sebelum eksekusi pembongkaran dilaksanakan. Hanya ada beberapa warga saja yang diajak duduk bersama.

"Warga kita ada 40 KK (kepala keluarga), yang dipanggil cuma 4 orang. Yang dipanggil hanya si ini, si ini. Yah.. warga lain tidak mau (datang)," kata Mamat, Jumat, 14 Februari.

Masih mengaku, dirinya tidak ingin hadir ke dalam rapat tersebut karena memang tidak mendapat undangan.

"Kalau saya dipanggil ya saya datang. Kan misalnya namanya si A, B, C, D ada empat gitu, itu yang dipanggil. Kalau saya tidak dipanggil (rapat), ngapain saya datang," sesalnya.

Pada 2 Februari, lanjut Mamat menjelaskan, muncul surat pembongkaran berupa fotocopy yang diberikan kepada warga setempat, yang menempati lahan Perumnas.

Kemudian, pelaksanaan pembongkaran rumah permanen dan semi permanen di lahan milik Perumnas di kawasan Pulo Gebang, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur, dilakukan. Pada saat itu juga warga mengeluh.

Meski direlokasi ke rusun, warga tidak mendapatkan ganti rugi dari pihak Perumnas dan PN Jaktim yang membongkar rumah mereka. Sebagian warga yang tinggal di rumah permanen hanya mendapatkan uang santunan.

"Tapi enggak layaknya hanya (dikasih ganti rugi) Rp6 juta. Tapi ya sudah lah. Masa saya sendirian (tinggal) di sini, tidak mungkin," keluh Mamat.

Pembebasan tanah seluas 38 ribu meter di kawasan RT 05/08, Jalan Dr. Sumarno, Kelurahan Pulo Gebang, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur, diakui milik Perumnas. Namun sejumlah warga yang menempati wilayah tersebut mengaku memiliki Akta Jual Beli (AJB) atas tanah yang dihuninya.