Terbukanya Celah Korupsi dari Kelebihan Bayar Beli Mobil Damkar DKI Rp6,5 Miliar
Ilustrasi (Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Sekjen Forum Indonesia untuk Transparan Anggaran (FITRA), Misbah Hasan mengungkapkan kasus kelebihan bayar pembelian mobil kebakaran DKI bisa membuka peluang korupsi.

Temuan ini terungkap dalam pemeriksaan anggaran DKI yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Jika pengadaan anggaran ini luput dari pemeriksaan, potensi korupsi akan terjadi di situ.

"Pengadaan barang semacam ini salah satu celah korupsi yang sering terjadi. Apalagi kalau kasus semacam ini luput dari pemeriksaan BPK, mengingat pemeriksaan BPK sifatnya uji petik. Jadi tidak semua transaksi keuangan diperiksa oleh BPK," kata Misbah kepada VOI, Senin, 19 April. 

Misbah berujar, terjadinya kelebihan bayar biasanya terjadi karena proses pengadaan barang tidak mengikuti standar harga barang yang ditetapkan oleh Pemprov DKI sendiri.

Padahal, semestinya setiap tahun Pemprov DKI wajib membuat standar harga barang sebagai acuan pengadaan barang/jasa yang dianggarkan dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).

Harusnya, pengawas anggaran internal Pemprov DKI seperti Inspektorat dan TGUPP bidang Komite Pencegahan Korupsi (KPK) Ibu Kota bisa mencegah adanya kasus kelebihan bayar.

"Ini tugas APIP atau inspektorat, pengawas internal. Dengan adanya kasus ini dan kemungkinan kasus serupa yang lain, mengindikasikan kinerja APIP tidak optimal. Kinerja KPK Ibu Kota juga patut dipertanyakan," tuturnya.

Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) DKI mengungkapkan adanya kelebihan bayar dalam pembelian alat pemadam kebakaran oleh Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat) DKI.

Berdasarkan laporan keuangan Pemprov DKI periode 2019, BPK temukan empat paket dana pengadaan mobil pemadam kebakaran dengan pengeluaran yang melebihi harga alat tersebut. Total kelebihan bayar tercatat sekitar Rp6,5 miliar.

Rinciannya, unit submersible memiliki harga riil Rp9 miliar, nilai kontrak Rp9,7 miliar, maka selisihnya Rp761 juta. Kemudian unit quick response dengan harga riil Rp36,2 miliar, nilai kontrak Rp 39,6 miliar, maka selisihnya Rp3,4 miliar.

Selanjutnya, unit penanggulangan kebakaran pada sarana transportasi massal dengan harga riil Rp7 miliar, nilai kontrak Rp 7,8 miliar, selisihnya Rp844 juta. lalu, unit pengurai material kebakaran, harga riil Rp32 miliar, nilai kontrak Rp33 miliar, selisihnya Rp1 miliar.

Belakangan, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menyebut kelebihan bayar tersebut sudah dikembalikan sebanyak 90 persen. Namun, masih ada 10 persen yang belum dibayar.