Hebatnya Yogyakarta, Luas Kawasan Kumuh 2021 Tinggal 114,72 Hektar, Kecamatan Kraton dan Pakualaman Tercatat Steril Kawasan Kumuh
Hasil penataan kawasan kumuh di bantaran Sungai Gajah Wong Yogyakarta (Foto: Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah Kota Yogyakarta melakukan berbagai upaya penanganan dan penataan kawasan kumuh dalam beberapa tahun terakhir ini. Hebatnya, pada 2021 ini luas kawasan kumuh hanya tersisa 114,72 hektare. 

Sisa kawasan kumuh tersebut kemudian ditetapkan dalam Surat Keputusan Wali Kota Yogyakarta Nomor 158 Tahun 2021 sekaligus mencabut surat keputusan lama yang ditetapkan pada 2016 dengan total luasan kawasan kumuh 264,87 hektare.

Kepala Bidang Perumahan Permukiman dan Tata Bangunan Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Kawasan Permukiman Kota Yogyakarta, Sigit Setiawan mengatakan, sisa kawasan kumuh yang ada juga masuk dalam kategori ringan.

"Sisa luas kawasan kumuh yang ditetapkan dalam surat keputusan baru tersebut berasal dari sisa kawasan kumuh hasil penanganan sejak 2016 dan ada beberapa lokasi tambahan yang dikaji ulang pada tahun 2020," jelas Sigit di Yogyakarta dilansir Antara, Jumat, 12 Februari. 

Berdasarkan data DPUPKP Kota Yogyakarta, dari hasil penataan kawasan kumuh sejak 2016 masih tersisa luasan 75,32 hektare dan ada tambahan kawasan kumuh dari hasil tracing serta pemantauan di lapangan seluas 37,32 hektare.

Sehingga luas kawasan kumuh yang masih harus ditangani mencapai 114,72 hektare.

"Tambahan kawasan kumuh itu lebih banyak berasal dari kawasan yang dulu tidak masuk kategori kumuh. Namun karena ada perubahan peraturan terkait penentuan kawasan kumuh, maka kawasan tersebut kini masuk sebagai kawasan kumuh," katanya.

Dari 14 kecamatan yang ada di Kota Yogyakarta, sebanyak dua kecamatan tidak memiliki kawasan kumuh yaitu Kecamatan Kraton dan Kecamatan Pakualaman.

Pada 2016, hanya ada satu kecamatan yang tidak memiliki kawasan kumuh yaitu Kecamatan Kraton. Menurut Sigit, sebagian besar kawasan kumuh yang masuk dalam ketetapan SK Wali Kota Yogyakarta tahun ini berada di bantaran sungai, namun ada pula yang berada jauh dari bantaran.

"Biasanya, kawasan kumuh di Kota Yogyakarta lebih disebabkan pada aspek sanitasi yang kurang terpenuhi dengan baik. Masih banyak permukiman yang menggabungkan saluran air hujan atau drainase dengan saluran limbah," katanya.

Penanganan yang akan dilakukan adalah membangun saluran terpisah untuk drainase di limbah. "Jika permukiman di bantaran sungai, maka bisa dibuatkan IPAL komunal karena tidak mungkin menyambungkannya ke IPAL Sewon akibat perbedaan elevasi," katanya.

Jika permukiman tersebut berada di daerah padat penduduk, maka akan ada beberapa pilihan yang bisa dilakukan, di antaranya membangun sambungan rumah, peremajaan permukiman hingga pilihan untuk relokasi.

"Rata-rata, kawasan kumuh yang ada di Kota Yogyakarta saat ini menempati tanah Sultan Ground dan dalam proses memperoleh kekancingan," katanya.

Pada tahun ini, penanganan kawasan kumuh akan dilakukan menggunakan dana APBN sebesar Rp18 miliar di beberapa lokasi, khsusuanya untuk peningkatan kualitas permukiman di sepanjang Sungai Code. Sejumlah lokasi sasaran tersebut di antaranya di Kelurahan Gowongan, Terban, dan Wirogunan.

Sedangkan dari APBD Kota Yogyakarta, akan dialokasikan anggaran untuk penanganan di tiga kelurahan dalam empat paket pekerjaan yaitu di Kelurahan Warungboto, Gunungketur, dan Klitren.