Perangkat Desa Cabul Minta 'ML' dengan Perempuan Urus Dokumen, Pemkab Bandung Bicara Administrasi Kependudukan Gratis
Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Bandung Yudi Abdurrahman/ANTARA HO

Bagikan:

BANDUNG - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung menegaskan seluruh layanan administrasi kependudukan bersifat gratis. Penegaskan ini terkait kasus perangkat desa bejat meminta berhubungan badan ke perempuan yang sedang mengurus administrasi kependudukan.

"Untuk diketahui oleh masyarakat bahwa seluruh pelayanan administrasi kependudukan tidak dipungut biaya alias gratis," kata Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bandung Yudi Abdurrahman dilansir ANTARA, Jumat, 23 Juni.

Hal tersebut dikemukakan terkait tindakan aparat desa di Kabupaten Bandung yang meminta sejumlah uang, bahkan sampai tindakan tidak wajar, pada warga yang mengurus administrasi kependudukan.

Yudi mengatakan sebagai bagian dari bentuk pelayanan yang berorientasi kepada masyarakat dan dalam upaya mewujudkan clean governance, maka para petugas layanan administrasi kependudukan  di semua tingkatan dituntut memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat, berdisiplin, dan menjunjung tinggi etika layanan.

"Karenanya masyarakat tidak perlu menuruti tindakan oknum petugas yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku dan berani untuk melaporkannya kepada pihak berwenang," katanya.

Pihaknya memberikan sekitar 23 jenis layanan bidang administrasi kependudukan baik secara daring maupun luring, seperti aplikasi Sakedap (untuk antrean) dan WhatApps (WA).

"Dan saat ini sedang dikembangkan aplikasi Bedas Smart Service yang diinisiasi Diskominfo untuk mewujudkan Kabupaten Bandung Go Digital secara terintegrasi dalam format super apps," ucapnya.

Selain itu Dinas Dukcapil Kabupaten Bandung secara berkala melakukan pelayanan keliling (yanling) diantaranya ke sekolah-sekolah melalui kegiatan Goes to School, dan perguruan tinggi melalui kegiatan Goes to Campus.

Sebelumnya, seorang wanita berinisial SR diduga menjadi korban pelecehan oleh perangkat Desa Banyusari, Kabupaten Bandung, berinisial R. SR bercerita, peristiwa itu bermula saat ia hendak mengurusi akta kelahiran anaknya, kartu keluarga, dan KTP milik sepupunya.

Setibanya di Kantor Desa Banyusari, korban bertemu dengan pelaku berinisial R dan bertanya soal biaya mengurusi dokumen. Korban lalu diberi tahu bahwa biaya untuk mengurusi dokumen senilai Rp1 juta.

Setelah menyanggupi dan beberapa hari kemudian datang untuk menanyakan tindak lanjut pengurusan dokumen itu, pelaku memberi tahu Rp1 juta tidak cukup untuk mengurusi dokumen. Saat itu pelaku memberikan opsi bahwa dokumen masih tetap bisa diurus asalkan korban bersedia berhubungan intim.

Atas kejadian itu SR kemudian melaporke Ditreskrimum Polda Jabar. Kasus tersebut kemudian dilimpahkan ke Satreskrim Polresta Bandung dengan surat bernomor B/3549/VI/RES.7.4/2023/Ditreskrimum.

Kasatreskrim Polresta Bandung Kompol Oliestha Ageng Wicaksana membenarkan pelimpahan tersebut dan kini pihak kepolisian sedang melakukan proses penyelidikan dengan memintai keterangan dari sejumlah saksi.

"Masih penyelidikan, dalam tahap pemeriksaan saksi," ucap Oliestha tanpa menyebut jumlah saksi yang diperiksa.