Protes BEM UI Soal Pembubaran FPI yang Tak Sejalan dengan Pemerintah
Seorang peserta aksi dari Front Pembela Islam (FPI) mengendarai motor di antara penjagaan polisi (Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah resmi membubarkan organisasi masyarakat (Ormas) Front Pembela Islam (FPI) dan melarang semua aktivitas atas nama FPI. Langkah ini sempat membuat polemik di tengah masyarakat.

Satu diantaranya adalah Badan Eksekutif Mahasiswa Indonesia (BEM UI). Dalam pernyataan resmi BEM UI terkesan membela FPI dan menyalahkan pemerintah atas langkah tersebut.

Bahkan BEM UI protes atas langkah larangan ini. Mereka menilai landasan atas keputusan dilarangnya ormas tersebut tidak merefleksikan Indonesia sebagai negara hukum sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 Ayat (3) UUD NRI serta UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Ormas. 

Pembubaran FPI ditetapkan lewat Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut serta Penghentian Kegiatan FPI. Tertuang dengan Nomor 220-4780 Tahun 2020, Nomor M.HH-14. HH.05.05 Tahun 2020, Nomor 690 Tahun 2020, Nomor 264 Tahun 2020, Nomor KB/3/XII/2020 dan Nomor 320 tahun 2020. 

Pada prinsipnya, dasar pembubaran FPI telah menghapuskan mekanisme peradilan dalam proses pembubaran ormas. "Kami mendesak negara untuk mencabut SKB tentang larangan kegiatan, penggunaan simbol dan atribut serta penghentian kegiatan FPI." bunyi tuntutan BEM UI lewat rilis yang diterima VOI.

BEM UI juga mengecam segala tindakan pembubaran ormas oleh negara tanpa proses peradilan yang diatur dalam UU Ormas. Ini merupakan pelanggaran serius dalam pemberangusan demokrasi dan upaya mencederai hak asasianusia sebagi bagian dari prinsip negara hukum. 

"Kami mendesak negara dalam hal ini pemerintah untuk tidak melakukan cara-cara represif dan sewenang-wenang di masa mendatang." 

Masyarakat juga turut didorong dalam mengawal pelaksanaan prinsip-prinsip negara hukum terutama perlindungan hak asasi manusia dan jaminan demokrasi oleh negara. 

Pandangan ini berbeda dengan pemerintah. Langkah pemerintah melarang FPI berlandaskan pada Undang-undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) dimaksudkan untuk menjaga eksistensi ideologi dan konsensus dasar negara, yakni Pancasila, UUD 1945, keutuhan NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. 

Kemudian, anggaran dasar FPI dinyatakan bertentangan dengan Pasal 2 Undang-undang Ormas. lalu, Keputusan Mendagri Nomor 01-00-00/010/D.III.4/VI/2014 tanggal 20 Juni 2014 tentang Surat Keterangan Terdaftar (SKT) FPI sebagai ormas berlaku sampai 20 Juni 2019 dan sampai saat ini belum memenuhi syarat untuk memperpanjang SKT. 

Selanjutnya, organisasi kemasyarakatan tidak boleh bertentangan dengan Pasal 5 huruf g, Pasal 6 huruf f, Pasal 21 huruf b dan d, Pasal 59 Ayat (3) huruf a, c, dan d, Pasal 59 Ayat (4) huruf c, dan Pasal 82A Undang-undang Ormas.

Selain itu, pengurus dan/atau anggota FPI, maupun yang pernah bergabung dengan FPI, berdsarkan data, sebanyak 35 orang terlibat tindak pidana terorisme. Dari angka ini, 29 orang di antaranya telah dijatuhi pidana. 

Dan yang terakhir telah terjadi pelanggaran ketentuan hukum oleh pengurus dan atau anggota FPI yang kerap melakukan berbagai razia atau sweeping di masyarakat. Padahal, kegiatan itu menjadi tugas dan wewenang aparat penegak hukum.