KLHK Sebut Indonesia Butuh Standarisasi Penanganan Karhutla Acuan Pelaku Usaha Perhutanan
Ilustrasi kebakaran hutan dan lahan atau karhutla. ( Antara)

Bagikan:

PALEMBANG - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan Indonesia siap meluncurkan standardisasi penanganan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) sebagai pedoman bagi para pihak terkait.

Kepala Pusat Standardisasi Instrumen Ketahanan Bencana dan Perubahan Iklim KLHK, Kirsfianti Linda Ginoga, mengatakan negara membutuhkan standardisasi karena dapat digunakan sebagai acuan pelaku usaha di bidang perkebunan dan kehutanan.

Hal itu disampaikan Kirsfianti dalam diskusi bertema “Peran para pihak dalam mendukung penerapan standard instrumen pengendalian karhutla di tingkat tapak” di Palembang, Jumat 1 Juli.

“Kami akan mengumpulkan input dari berbagai pihak terkait, mulai dari perusahaan, asosiasi, akademisi, lembaga sosial kemasyarakatan hingga masyarakatnya sendiri,” kata dia.

Kirsfianti menjelaskan, pembuatan standardisasi ini akan mengedepankan norma-norma yang berlaku di masyarakat dalam pemanfaatan dan perlindungan lingkungan.

Kemudian, dari norma-norma itu akan mengerucut menjadi pedoman yang bisa diterima oleh semua pihak sehingga Indonesia dapat mengejar target net zero carbon pada 2060.

Tapi patut digarisbawahi bahwa standarfisasi ini dituntut detail dan dinamis karena seiring dengan kemajuan teknologi dalam upaya penanganan karhutla di Tanah Air.

“Kami sangat menyadari itu seperti penggunaan 'drone' untuk memantau areal perkebunan. Dulu belum ada. Untuk dimasukkan ke dalam standardisasi, tentunya kami ingin mendengarkan masukan dari semua pihak,” kata dia.

Oleh karena itu, ia tak menyangkal bahwa pembuatan standardisasi ini bakal memakan waktu yang relatif lama. Meski demikian, pada tahun 2022 ini pihaknya menargetkan sudah bisa melahirkan panduan secara umum.

Sementara itu, Ketua Bidang Komunikasi dan Publikasi Kampanye Positif Gapki Sumsel Anung Riyanta mengatakan sebenarnya pemerintah sudah banyak mengeluarkan peraturan terkait penanganan kebakaran hutan dan lahan termasuk mengenai standardisasi penyediaan sarana dan prasarana, standardisasi perizinan dan lainnya.

Berdasarkan laporan Antara, dalam Peraturan Menteri LHK No. 32 Tahun 2016 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan bahkan sudah dijelaskan secara detail mengenai kewajiban sarana dan prasarana yang harus disiapkan perusahaan usaha perkebunan dan kehutanan.

Namun, ia sepakat jika harus dibuat standardisasi yang berlaku untuk semua sektor yang bersifat dinamis atau mengikuti kemajuan teknologi.

“Seperti di menara api, dulu itu tidak ada drone-nya, tapi sekarang sudah pakai semua. Jika mau dimasukkan sebagai standardisasi, ya mungkin bisa tapi bagaimana ketentuan lainnya seperti berapa luas minimal lahannya,” kata dia.

Fire Operation Management APP Sinarmas Wilayah Ogan Komering Ilir (OKI) Mares Prabadi menambahkan, pihaknya kini bukan hanya melengkapi sarana dan prasarana sesuai peraturan pemerintah tapi telah menerapkan teknologi terkini dalam penanganan karhutla.

Melalui Strategi Penanggulangan Kebakaran Hutan Terpadu (Integrated Fire Management/ IFM), kini perusahaan-perusahaan mitra APP sudah menggunakan tiga unit drone UAV Fixed Wing Flying Dragon untuk memantau lokasi-lokasi yang sulit dijangkau hingga radius 10 kilometer dari stasiun pemantau.

"Tiga unit drone ini juga diterbangkan setiap hari layaknya helikopter patroli tapi dikhususkan untuk meng-'cover' wilayah tertentu yang tidak terawasi oleh helikopter patroli,” kata dia.

Perusahaan yang menjadi mitra APP Sinar Mas diwajibkan menerapkan strategi deteksi dini dengan memanfaatkan beragam sumber daya di antaranya, satelit dan perangkat Authomatic Weather System (AWS), menara api, pos pantau dan pos taktis, dan Regu Pemadam Kebakaran (RPK) untuk satgas darat dan udara.