Ujung Tombak Penanggulangan Bencana, BPBD Harus Siaga Cuaca Ekstrem
Dampak banjir Jabodetabek (Achmad Basarrudin/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di semua daerah diminta untuk segera melakukan konsolidasi dan meningkatkan kesiapsiagaan guna merespons potensi gangguan alam cukup ekstrem dalam beberapa hari ke depan. Sebab, BPBD merupakan ujung tombak dalam penanggulangan bencana di daerah.

Tak hanya BPBD, semua elemen masyarakat juga harus meningkatkan kewaspadaan. Sebab, ada prakiraan terjadinya curah yang tinggi dalam beberapa hari ke depan. Kewaspadaan masyarakat menjadi penting untuk memperkecil risiko.

Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengatakan, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) juga sudah mempublikasikan prakiraan curah hujan tinggi di sejumlah daerah pada periode 5 hingga 10 Januari 2020.

Prakiraan daerah dengan curah hujan tinggi itu meliputi Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan Selatan, Sulawesi, Sumatera Selatan, Sumatera; Barat dan Jawa, termasuk Jakarta serta Bodetabek (Bogor, Tangerang, Bekasi).

Berdasarkan data BMKG (Badan Metereologi, Klimatologi, dan Geofisika), kata Bambang, daerah pesisir Jakarta Utara akan mengalami air pasang maksimum pada 9 hingga 11 Januari 2020. Pasang maksimum akan terjadi pada pukul 10.00 WIB pada 9 Januari, pukul 10.00-11.00 WIB pada 10 Januari dan pukul 11.00 WIB pada 11 Januari 2020. Air pasang maksimum ini diduga akan mengakibatkan banjir rob dan bisa memperparah  banjir di Jakarta.

"Prakiraan BMKG yang cukup rinci ini hendaknya ditanggapi oleh semua pihak dengan ragam kegiatan antisipatif yang diperlukan, utamanya oleh pemerintah daerah dan BPBD, serta semua elemen masyarakat," ujar Bamsoet, melalui keterangan tertulis yang diterima VOI, di Jakarta, Senin, 6 Januari.

Selain itu, Bambang juga mengajak semua organisasi relawan pro aktif, menghadapi berbagai kemungkinan yang terjadi akibat cuaca ekstrem tersebut. Hal ini guna memperkecil risiko.

Bambang mengaku, terus mencermati peristiwa gangguan alam yang terjadi di sejumlah daerah akhir-akhir ini. Ada yang cukup ekstrem seperti halnya di Jakarta dan Bodetabek, serta awan panas guguran Gunung Merapi yang mulai terjadi Sabtu, 4 Januari, malam. Peristiwa di Gunung Merapi itu menyebabkan hujan abu tipis di sekitar Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.

"Untuk mendapatkan gambaran tentang perubahan cuaca dalam beberapa hari ke depan, petugas BPBD disarankan untuk aktif menyimak perkiraan cuaca dari BMKG," jelasnya.

BPBD Harus Aktif Informasikan Peringatan Dini

BNPB meminta BPBD seluruh Indonesia untuk aktif menginformasikan peringatan dini cuaca ekstrem kepada masyarakat. Melalui peringatan dini tersebut, warga dapat meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan.

Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Bencana Agus Wibowo mengatakan, hal tersebut tidak terlepas dari hasil analisis BMKG mengenai kondisi dinamika atmosfer terkini. Prakiraan BMKG menunjukkan bahwa potensi hujan lebat di beberapa wilayah Indonesia masih terjadi untuk sepekan ke depan.

Masih menurut laporan BMKG, berkurangnya pola tekanan rendah di Belahan Bumi Utara (BBU) dan meningkatnya pola Tekanan Rendah di wilayah Belahan Bumi Selatan (BBS) mengindikasikan terjadinya peningkatan aktivitas Monsun Asia yang dapat menyebabkan penambahan massa udara basah di wilayah Indonesia.

Di samping itu, meningkatnya pola tekanan rendah di BBS, di sekitar Australia, dapat membentuk pola konvergensi atau pertemuan massa udara dan belokan angin menjadi signifikan meningkatkan pertumbuhan awan hujan di wilayah Indonesia terutama di bagian selatan ekuator.

Berdasarkan model prediksi, aktivitas Madden Julian Oscillation (MJO) fase basah diprediksikan mulai aktif di sekitar wilayah Indonesia selama periode sepekan ke depan. Menurut BMKG, kondisi tersebut dapat meningkatkan potensi pembentukan awan hujan cukup signifikan di wilayah Indonesia.

Berdasarkan kondisi tersebut, BMKG memprakirakan dalam periode sepekan ke depan potensi cuaca ekstrem dan curah hujan dengan intensitas lebat yang dapat disertai kilat atau petir dan angin kencang berpotensi terjadi di beberapa wilayah nusantara.

"Kondisi cuaca juga memicu terjadinya potensi ketinggian gelombang laut di wilayah Indonesia hingga mencapai lebih dari 2,5 meter di beberapa wilayah perairan sebagai berikut untuk sepekan ke depan," kata Agus.

Semua pihak diimbau untuk waspada dan meningkatkan kesiapsiagaan terhadap potensi cuaca ekstrem sepekan ke depan. BNPB meminta, masyarakat agar waspada dan siap-siap apabila terjadi bencana banjir, longsor dan puting beliung.

"Amankan dokumen-dokumen penting, siapkan tas siaga bencana yang dapat dibawa secara cepat. Isi tas siaga bencana dapat berupa makanan, minuman, pakaian, senter, peluit, radio, obat-obatan, dan lain sebagainya sesuai keperluan," jelasnya.

Selain itu, Agus mengingatkan, untuk melakukan gotong royong antar warga membersihkan saluran air di rumah dan lingkungan, buang sampah pada tempatnya, pangkas pohon yang terlalu rimbun dan tanam pohon.

BNPB Minta BPBD Tak Lagi Di Bawah Koordinasi Pembda

Kepala Pusat Pengendalian Operasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Bambang Surya Putra berharap, Badan Nasional Penanggulangan Daerah (BPBD) bisa berada di bawah koordinasinya.

Sebab, menurut Bambang, selama ini kepala BPBD dipilih tanpa memperhatikan latar belakang kemampuannya dalam sektor penanggulangan bencana oleh pemerintah daerah. Bambang berharap nantinya BPBD bisa dikoordinasikan di bawah BNPB untuk memudahkan kinerja kedua lembaga tersebut ketika menangangi bencana.

"Kalau bisa di bawah BNPB keren, lebih bagus. Karena memudahkan kami untuk menggerakkan dan menstandarisasikan kemampuan," kata Bambang saat ditemui di Jalan Baiduri Bulan Bidara Cina, Jakarta Timur, Sabtu, 4 Januari.

Padahal BPBD bisa diisi oleh orang-orang yang berintegritas, memiliki semangat, skill dan jiwa kemanusiaan tinggi. Bambang berharap, agar usulannya bisa diwujudkan melalui revisi undang-undang (RUU) Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.

Bambang juga menyebut kalau kepala BPBD dianggap sebagai posisi 'buangan'. Karena hal itu lah yang menyebabkan posisi tersebut diisi oleh mereka yang tidak memiliki latar belakang kemampuan di bidang bencana.

"Kalau sekarang, kan, terserah kepala daerah. Hari ini mungkin kepala sekolah jadi kepala BPBD, besok mungkin perawat, dari berbagai profesi bisa masuk. Kalau di sejumlah daerah, bahkan kepala BPND dianggap seperti sisaan. Daripada enggak dapat tempat di mana-mana, ditempatkan saja di BPBD," katanya.